Rabu, 11 November 2015

PANCASILA


KATA  PENGANTAR




            Perkembangan kehidupan kenegaraan Indonesia mengalami perubahan yang sangat besar terutama berkaitan dengan gerakan reformasi dan GBHN tahun 1998. Oleh karena itu materi perkuliahan Pancasila tidak mungkin dilepaskan dari perkembangan kenegaraan tersebut, agar dasar objektivitas dan keilmiahan pembahasannya dapat dipertanggungjawabkan.        
            Berdasarkan kenyataan tersebut maka penulis berpendapat bahwa, sudah merupakan suatu keharusan untuk menata ulang materi kuliah Pendidikan Pancasila agar sesuai dengan perkembangan zaman dan terutama tuntunan reformasi dewasa ini agar mahasiswa dapat menerima materi kuliah tersebut secara objektif dan ilmiah. Dalam proses penyusunan ulang materi inilah penulis berupaya untuk mengumpulkan buku – buku referensi, hasil – hasil diskusi ilmiah serta berbagai tulisan di media massa yang bermutu dan benar – benar dapat dipertanggungjawabkan.      
            Kepada semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu demi kesempurnaan buku ini,  hasil – hasilnya terutama hasil diskusi panel tentang “ Reformasi “ , merupakan input yang berharga bagi penyusunan buku ini, dan terlebih lagi teman – teman sejawat Forum Diskusi Dosen dosen Pancasila,
            Ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya juga penulis sampaikan kepada para pengampu kuliah Pancasila di berbagai wilayah di tanah air  atas saran tertulis secara langsung maupun atas kepercayaan kepada buku ini untuk referensi kuliah,
Serta teman – teman pengampu MKU lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan secara keseluruhan. Penulis senantiasa terbuka untuk menerima masukan demi penyempurnaan buku berikutnya, karena buku ini akan senantiasa tampil dengan materi yang actual yang sedang berkembang dalam masyarakat, bangsa dan Negara. Akhirnya mudah – mudahan buku ini bermanfaat bagi pendidikan tinggi terutama pembinaan intelektual bangsa.




















BAB  I
PANCASILA


A.   Pengertian Asal Mula Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat serta idiologi bangsa dan negara Indonesia, bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana yang terjadi pada idiologi – idiologi lain di dunia, namun terbentuknya Pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
     Secara kausalitas Pancasila sebelum disyahkan menjadi dasar filsafat negara nilai – nilainya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa nilai – nilai adat – istiadat, kebudayaan dan nilai – nilai religius. Kemudian para pendiri negara Indonesia mengangkat nilai – nilai tersebut dirumuskan secara musyawarah mufakat berdasarkan moral yang luhur, antara lain dalam sidang – sidang BPUPKI pertama, sidang Panitia Sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta yang memuat Pancasila yang pertama kali, kemudian dibahas lagi dalam sidang BPUPKI kedua. Setelah kemerdekaan Indonesia sebelum sidang resmi PPKI Pancasila sebagai calon dasar filsafat negara dibahas serta disempurnakan kembali dan akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 disyahkan oleh PPKI sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia.
     Oleh karena itu agar memiliki pengetahuan yang lengkap tentang proses terjadinya Pancasila, maka secara ilmiah harus ditinjau berdasarkan proses kausalitas. Maka secara kausalitas asal mula Pancasila dibedakan atas dua macam yaitu : asal mula yang langsung  dan  asal mula yang tidak langsung.
Adapun pengertian asal mula tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Asal Mula yang Langsung
      Pengertian asal mula secara ilmiah filsafati dibedakan atas empat macam yaitu : Kausa Materialis, Kausa Formalis, Kausa Efficient dan Kausa Finalis ( Bagus, 1991 : 158 ). Teori kausalitas ini dikembangkan oleh Aristoteles, adapun berkaitan dengan asal mula yang langsung tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang Proklamasi Kemerdekaan yaitu sejak dirumuskan oleh para pendiri negara sejak sidang BPUPKI pertama, Panitia Sembilan, sidang BPUPKI kedua serta sidang PPKI sampai pengesahannya. Adapun rincian asal mula langsung Pancasila tersebut menurut Notonagoro adalah sebagai berikut :
a.       Asal mula bahan ( Kausa Materialis )
            Bangsa Indonesia adalah sebagai asal dari nilai – nilai Pancasila, sehingga Pancasila itu pada hakikatnya nilai – nilai yang merupakan unsur – unsur Pancasila digali dari bangsa Indonesia yang berupa nilai – nilai adat – istiadat kebudayaan serta nilai – nilai religius yang terdapat dalam kehidupan sehari – hari bangsa Indonesia. Dengan demikian asal bahan Pancasila adalah pada bangsa Indonesia sendiri yang terdapat dalam kepribadian dan pandangan hidup
b.      Asal mula bentuk ( Kausa Formalis )
            Hal ini dimaksudkan bagaimana asal mula bentuk atau bagaimana bentuk Pancasila itu dirumuskan sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945. Maka asal mula bentuk Pancasila adalah Ir. Soekarno bersama – sama Drs. Moh. Hatta serta serta anggota BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas Pancasila terutama dalam hal bentuk, rumusan serta nama Pancasila. 
c.       Asal mula karya ( Kausa Effisien )
            Kausa effisien atau asal mula karya yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar negara menjadi dasar negara yang sah. Adapun asal mula karya adalah PPKI sebagai pembentuk negara dan atas kuasa pembentuk negara yang mengesahkan Pancasila menjadi dasar negara yang sah, setelah dilakukan pembahasan baik dalam sidang – sidang BPUPKI, Panitia Sembilan.
d.      Asal mula tujuan ( Kausa Finalis )
            Pancasila dirumuskan dan dibahas dalam sidang – sidang para pendiri negara, tujuannya adalah untuk dijadikan sebagai dasar negara. Oleh karena itu asal mula tujuan tersebut adalah para anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan termasuk Soekarno dan Hatta yang menentukan tujuan dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan oleh PPKI sebagai dasar negara yang sah. Demikian pula para pendiri negara tersebut juga berfungsi sebagai kausa sambungan karena yang merumuskan dasar filsafat negara.

2.      Asal Mula yang Tidak Langsung
      Secara kausalitas asal mula yang tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi kemerdekaan. Berarti bahwa asal mula nilai – nilai Pancasila yang terdapat dalam adat – istiadat, dalam kebudayaan serta dalam nilai – nilai agama bangsa Indonesia, sehingga dengan demikian asal mula tidak langsung Pancasila adalah terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup sehari – hari bangsa Indonesia. Maka asal mula tidak langsung Pancasila bilamana dirinci adalah sebagai berikut :
a.       Unsur – unsur Pancasila tersebut sebelum secara langsung dirumuskan menjadi 
 dasar filsafat negara, nilai – nilainya yaitu nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan,
 nilai nilai Persatuan, nilai Kerakyatan dan nilai Keadilan telah ada dan tercermin
 dalam kehidupan sehari – hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara.
b.      Nilai – nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia
 sebelum membentuk negara, yang berupa nilai – nilai adat – istiadat, nilai
 kebudayaan serta nilai – nilai religius. Nilai – nilai tersebut menjadi pedoman
 dalam memecahkan problema kehidupan sehari – hari bangsa Indonesia.
c.       Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asal mula tidak langsung Pancasila
 pada hakekatnya bangsa Indonesia sendiri, atau dengan lain perkataan bangsa
 Indonesia sebagai “ Kausa Materialis “ atau sebagai asal mula tidak langsung
 nilai – nilai Pancasila.
Demikianlah tinjauan Pancasila dari segi kausalitas, sehingga memberikan dasar – dasar ilmiah bahwa Pancasila itu pada hakekatnya adalah sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, yang jauh sebelum bangsa Indonesia membentuk negara nilai – nilai tersebut telah tercermin dan teramalkan dalam kehidupan sehari – hari. Selain itu tinjauan kausalitas tersebut memberikan bukti secara ilmiah bahwa Pancasila bukan merupakan hasil perenungan atau pemikiran seseorang, atau kelompok orang bahkan Pancasila juga bukan merupakan hasil sintesa paham – paham besar dunia, melainkan nilai – nilai Pancasila secara tidak langsung telah terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia.           

3.      Bangsa Indonesia ber – Pancasila dalam “ Tri Prakara “
      Berdasarkan tinjauan Pancasila secara kausalitas tersebut di atas maka memberikan pemahaman perspektif pada kita bahwa proses terbentuknya Pancasila melalui suatu proses yang cukup panjang dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Dengan demikian kita mendapatkan suatu kesatuan pemahaman bahwa Pancasila sebelum disahkan oleh PPKI sebagai Dasar Filsafat Negara Indonesia secara yuridis, dalam kenyataannya unsur – unsur Pancasila telah ada pada bangsa Indonesia telah melekat pada bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari – hari berupa nilai adat – istiadat, nilai – nilai kebudayaan serta nilai – nilai religius. Nilai – nilai tersebut yang kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara diolah dibahas yang kemudian disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Berdasarkan pengertian tersebut maka pada hakikatnya bangsa Indonesia ber- Pancasila dalam tiga asas atau    Tri Prakara “ yang rinciannya adalah sebagai berikut :
Pertama    :  Bahwa unsur – unsur Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar filsafat
                      negara secara yuridis sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai
                      asas- asas dalam adat istiadat dan kebudayaan dalam arti luas 
                      ( Pancasila Asas kebudayaan ).
Kedua       : Demikian juga unsur – unsur Pancasila telah terdapat pada bangsa
                      Indonesia sebagai asas – asas dalam agama – agama ( nilai – nilai
                      religius ) ( Pancasila Asas Religius )
Ketiga        : Unsur – unsur tadi kemudian diolah, dibahas dan dirumuskan secara
                      seksama oleh para pendiri negara dalam sidang – sidang BPUPKI,
                      Panitia ‘ Sembilan ‘. Setelah bangsa Indonesia merdeka rumusan
                      Pancasila calon dasar negara tersebut kemudian disahkan oleh PPKI
                      sebagai dasar Filsafat Negara Indonesia dan terwujudlah Pancasila
                      sebagai asas kenegaraan ( Pancasila asas kenegaraan )   
    
            Oleh karena itu Pancasila yang terwujud dalam tiga asas tersebut atau       “ Tri Prakara “ yaitu Pancasila asas kebudayaan, Pancasila asas religius, serta Pancasila sebagai asas kenegaraan dalam kenyataannya tidak dapat dipertentangkan karena ketiganya terjalin dalam suatu proses kausalitas, sehingga ketiga hal tersebut pada hakekatnya merupakan unsur – unsur yang membentuk Pancasila (Notonagoro, 1975 : 16,17). 
B.     Kedudukan dan Fungsi Pancasila
      Pancasila sebagai objek pembahasan ilmiah memiliki ruang lingkup yang sangat luas terutama berkaitan dengan kedudukan dan fungsi Pancasila. Setiap kedudukan dan fungsi Pancasila pada hakekatnya memiliki makna serta dimensi masing – masing yang konsekuensinya aktualisasinyapun juga memiliki aspek yang berbeda – beda, walaupun hakekat dan sumbernya sam. Pancasila sebagai dasar negara memiliki pengertian yang berbeda dengan fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, demikian pula berkaitan dengan kedudukan dan fungsi Pancasila yang lainnya.
      Dari berbagai macam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai titik sentral pembahasan adalah kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, hal ini sesuai dengan kausa finalis Pancasila yang dirumuskan oleh pembentuk negara pada hakikatnya adalah sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Namun hendaklah dipahami bahwa asal mula Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, adalah digali dari unsur – unsur yang berupa nilai – nilai yang terdapat pada bangsa Indonesia sendiri yang berupa pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu dari berbagai macam kedudukan dan fungsi Pancasila sebenarnya dapat dikembalikan pada dua macam kedudukan dan fungsi Pancasila yang pokok yaitu sebagai Dasar Negara Republik Indonesia dan sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
      Namun yang terpenting bagi kajian ilmiah adalah bagaimana hubungan secara kausalitas di antara kedudukan dan fungsi Pancasila yang bermacam – macam tersebut. Oleh Karena itu kedudukan dan fungsi Pancasila dapat dipahami melalui uraian berikut.
a.      Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
            Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai – nilai luhur yang dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup. Nilai – nilai luhur adalah merupakan suatu tolok ukur kebaikan yang berkenaan dengan hal – hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia, seperti cita – cita yang hendak dicapainya dalam hidup manusia.
            Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai – nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
            Sebagai makhluk individu dan makhluk sosial manusia tidaklah mungkin memenuhi segala kebutuhannya sendiri, oleh karena itu untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya, ia senantiasa memerlukan orang lain. Dalam pengertian inilah maka manusia pribadi senantiasa hidup sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas, secara berturut – turut lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan bangsa dan lingkungan negara yang merupakan lembaga – lembaga masyarakat utama yang diharapkan dapat menyalurkan dan mewujudkan pandangan hidupnya. Dengan demikian dalam kehidupan bersama dalam suatu negara membutuhkan suatu tekad kebersamaan, cita – cita yang ingin dicapainya yang bersumber pada pandangan hidupnya tersebut.
            Dalam pengertian inilah maka proses perumusan pandangan hidup masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa dan selanjutnya pandangan hidup bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara. Pandangan hidup bangsa dapat disebut sebagai idiologi bangsa ( nasional ), dan pandangan hidup negara dapat disebut sebagai idiologi negara.
            Dalam proses penjabaran dalam kehidupan modern antara pandangan hidup masyarakat dengan pandangan hidup bangsa memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Pandangan hidup bangsa diproyeksikan kembali kepada pandangan hidup masyarakat serta tercermin dalam sikap hidup pribadi warganya. Dengan demikian dalam negara Pancasila pandangan hidup masyarakat tercermin dalam kehidupan negara yaitu Pemerintah terikat oleh kewajiban konstitusional, yaitu kewajiban Pemerintah dan lain – lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita – cita moral rakyat yang luhur (Darmodihardjo, 1996 : 35).   

Skema hubungan tersebut adalah sebagai berikut :



                                          Pandangan hidup masyarakat
                                          Pandangan hidup bangsa
                                          (Idiologi nasional)
Hubungan timbal balik            Pandangan hidup negara
                                          (Idiologi negara)


 
  
            Transformasi pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa dan akhirnya menjadi dasar negara juga terjadi pada pandangan hidup Pancasila. Pancasila sebelum dirumuskan menjadi dasar negara serta idiologi negara, nilai – nilainya telah terdapat pada bangsa Indonesia dalam adat – istiadat, dalam budaya serta dalam agama – agama sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pandangan yang ada pada masyarakat Indonesia tersebut kemudian menjelma menjadi pandangan hidup bangsa yang telah terintis sejak zaman Sriwijaya, Majapahit kemudian Sumpah Pemuda 1928. Kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara dalam sidang – sidang BPUPKI, Panitia “Sembilan” , serta sidang PPKI kemudian ditentukan dan disepakati sebagai dasar Negara Republik Indonesia, dan dalam pengertian inilah maka Pancasila sebagai Pandangan Hidup negara dan sekaligus sebagai Idiologi Negara.
            Bangsa Indonesia dalam hidup bernegara telah memiliki suatu pandangan hidup bersama yang bersumber pada akar budayanya dan nilai – nilai religiusnya. Dengan pandangan hidup yang mantap maka bangsa Indonesia akan mengetahui ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya. Dengan suatu pandangan hidup yang diyakininya bangsa Indonesia akan mampu memandang dan memecahkan segala persoalan yang dihadapinya secara tepat sehingga tidak terombang – ambing dalam menghadapi persoalan tersebut. Dengan suatu pandangan hidup yang jelas maka bangsa Indonesia akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana mengenal dan memecahkan berbagai masalah politik, sosial budaya, ekonomi, hukum, hankam dan persoalan lainnya dalam gerak masyarakat yang semakin maju.
            Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa tersebut terkandung didalamnya konsepsi dasar mengenai kehidupan yang dicita – citakan, terkandung dasar pikiran terdalam dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Oleh karena Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan suatu kristalisasi dari nilai– nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka pandangan hidup tersebut dijunjung tinggi oleh warganya karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat. Dengan demikian pandangan hidup Pancasila bagi bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika tersebut harus merupakan asas pemersatu bangsa sehingga tidak boleh mematikan keanekaragaman.
            Sebagai inti sari dari nilai budaya masyarakat Indonesia, maka Pancasila merupakan cita – cita moral bangsa yang memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan sehari – hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  

2.      Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
      Pancasila dalam kedudukan ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah Negara ( Philosofische Gronslag ) dari negara, ideologi negara atau          ( Staatsidee ). Dalam pengertian ini Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan lain perkataan Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan negara terutama segala peraturan perundang – undangan negara dijabarkan dan diderivasikan dari nilai – nilai Pancasila. Maka Pancasila merupakan Sumber dari Segala Sumber Hukum, Pancasila merupakan sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional yang mengatur negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur – unsurnya yaitu rakyat, wilayah, serta pemerintahan negara.
      Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita – cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah baik moral maupun hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang – Undang Dasar, maupun yang tidak tertulis atau convensi. Dalam kedudukannya sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.           
      Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok – pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongkritisasikan atau dijabarkan dalam pasal – pasal UUD 1945, serta hukum positif lainnya. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a.       Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum ( sumber tertib hukum ) Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan asas kerokhanian tertib hukum Indonesia yang dalam Pembukaan UUD 1945 dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran.
b.      Meliputi suasana kebatinan ( Geistlichenhintergrund ) dari Undang – Undang Dasar 1945.
c.       Mewujudkan cita – cita hukum bagi hukum dasar negara ( baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis ).
d.      Mengandung norma yang mengharuskan Undang – Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain – lain penyelenggara negara ( termasuk para penyelenggara partai dan golongan fungsional ) untuk memelihara budi pekerti ( moral ) kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita – cita moral rakyat yang luhur. Hal ini sebagaimana tercantum dalam pokok pikiran keempat yang bunyinya sebagai berikut :  “ …. Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab “.
e.       Merupakan sumber semangat bagi Undang – Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara negara, para pelaksana pemerintahan ( juga para penyelenggara partai dan golongan fungsional ). Hal ini dapat dipahami karena semangat adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara karena masyarakat dan negara Indonesia senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat. Dengan semangat yang bersumber pada asas kerokhanian negara sebagai pandangan hidup bangsa, maka dinamika masyarakat dan negara akan tetap diliputi dan diarahkan asas kerokhanian negara.

      Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tersimpul dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang bunyinya sebagai berikut : “ ….   maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang – Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “.
   Pengertian kata  “ … dengan berdasar kepada  …. “ hal ini secara yuridis memiliki makna sebagai dasar negara. Walaupun dalam kalimat terakhir dalam Pembukaan UUD 1945 tidak tercantum kata ‘ Pancasila ‘ secara eksplisit namun anak kalimat  “ ….  dengan berdasar kepada … “ ini memiliki makna dasar negara adalah Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis sebagaimana ditentukan oleh BPUPKI bahwa dasar negara Indonesia itu disebut dengan istilah Pancasila.           
            Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentuk negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia. Oleh karena itu fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan dasar yuridis sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Ketetapan No. XX/MPRS/1966. (Jo. Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan No. IX/MPR/1978). Dijelaskannya bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, atau sumber tertib hukum Indonesia yang pada hakikatnya adalah merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita – cita hukum serta cita – cita moral yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia. Selanjutnya dikatakannya bahwa cita – cita tersebut adalah meliputi cita – cita mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional dan mondial, cita – cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara, cita – cita moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawantahan dari budi nurani manusia. Adapun perwujudan dari sumber dari segala sumber hukum tersebut adalah :
a.       Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
b.      Dekrit Presiden 5 Juli 1959
c.       Undang – Undang Dasar Proklamasi, terutama perwujudan tujuan Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam Pembukaan UUD 1945 beserta Batang Tubuhnya
d.      Surat Perintah 11 Maret 1966

1.      Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
      Sebagai suatu ideology bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada hakekatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau sekelompok orang sebagaimana ideologi – ideologi lain di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai – nilai adat – istiadat, nilai – nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk  negara. Dengan lain perkataan unsur – unsur yang merupakan materi ( bahan ) Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa Indonesia merupakan kuasa materialis ( asal bahan ) Pancasila.
      Unsur – unsur Pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa, dan bukannya mengangkat atau mengambil ideologi dari bangsa lain.
      Pengertian ideologi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan gagasan – gagasan, ide – ide, keyakinan – keyakinan serta kepercayaan – kepercayaan yang bersifat sistematis yang memberikan arah dan menyangkut tingkah laku sekelompok manusia tertentu, dalam pelbagai bidang kehidupan.
Hal ini menyangkut berbagai bidang kehidupan yaitu :
a.       Bidang politik, termasuk didalamnya bidang hukum, pertahanan dan keamanan.
b.      Bidang sosial
c.       Bidang kebudayaan
d.      Bidang keagamaan (Soemargono, tanpa tahun : 8).
Maka ideology negara dalam arti cita – cita negara atau cita – cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan, pada hakekatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain memiliki ciri sebagai berikut :
1.      Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan
2.      Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup yang harus dipelihara dikembangkan diamalkan, dilestarikan kepada generasi penerus bangsa, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.  (Notonagoro, tanpa tahun : 2,3).

            Namun hendaklah diketahui bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara adalah diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia, kemudian menjadi pandangan hidup bangsa dan pada gilirannya menjadi suatu dasar filsafat negara yang sekaligus sebagai suatu ideologi bangsa dan negara. Ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara tumbuh dan berkembang melalui dan dalam pandangan hidup masyarakat dan bangsa Indonesia sendiri dan melalui wakil – wakil bangsa dalam lembaga pembentuk negara dengan suatu kesepakatan serta perjanjian yang luhur diangkat menjadi idiologi bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu idiologi Pancasila berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa itu sendiri sehingga antara Pancasila dengan bangsa Indonesia merupakan suatu kesatuan yang mutlak karena menyangkut kehidupan bangsa. Sebagai suatu ideologi, maka Pancasila merupakan sumber cita – cita, harapan nilai – nilai serta norma – norma yang dianggap baik, sehingga ideologi Pancasila pada hakikatnya demi kesejahteraan hidup bangsa Indonesia.
            Dasar yuridis formal ideologi Pancasila tersimpul dalam Pembukaan   UUD 1945, dalam suatu kalimat  ….   Dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, dst    “, pada hakikatnya memiliki makna dasar filsafat negara yang sekaligus sebagai asas kerokhanian negara dan konsekuensinya sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia.
            Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara menyatakan suatu cita – cita yang ingin dicapai sebagai titik tekanannya dan mencakup nilai – nilai yang menjadi dasar dan pedoman negara dan kehidupannya. Pancasila sebagai ideologi  negara memiliki konsekuensi bahwa segala sesuatu tujuan dalam bidang pemerintahan ataupun semua yang berhubungan dengan hidup kenegaraan harus dilandasi dalam hal titik tolak pelaksanaannya, dibatasi dalam gerak pelaksanaannya, dan diarahkan dalam mencapai tujuannya yaitu dengan asas kerokhanian Pancasila. Dengan menyatakan cita – cita yang ingin dicapai ini maka sumbernya adalah pada sila kelima yaitu untuk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang dengan sendirinya diliputi dan dijiwai oleh keempat sila lainnya.
        Selanjutnya dalam rangka penerapan ideologi di bidang kenegaraan adalah politik, karena ideologi merupakan suatu asas kerokhanian dan bersifat asasi, sedangkan politik adalah suatu kebijaksanaan yaitu pelaksanaan ideologi selaras dengan keadaan, kondisi, waktu serta tempat. Oleh karena itu dengan bersumber pada ideologi Pancasila dapat dikembangkan berbagai macam kebijaksanaan bidang politik (lihat Dipoyudo, 1984).

Pancasila sebagai Idiologi Terbuka
            Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai – nilai dasar yang terkandung didalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang lebih tajam untuk memecahkan masalah – masalah baru dan aktual yang senantiasa berkembang seiring dengan tuntutan zaman.
            Dalam ideologi terbuka terdapat cita – cita dan nilai – nilai yang mendasar yang bersifat tetap dan tidak berubah sehingga tidak langsung bersifat operasional, oleh karena itu setiap kali harus dieksplisitkan. Eksplisitasi dilakukan dengan menghadapkannya pada berbagai masalah yang selalu silih berganti melalui refleksi yang rasional sehingga terungkap makna operasionalnya. Dengan demikian penjabaran ideologi dilaksanakan dengan interpretasi yang kritis dan rasional (Soeryanto, 1991 : 59). Sebagai suatu contoh keterbukaan ideologi Pancasila antara lain dalam kaitannya dengan pers (misalnya pers Pancasila), dalam kaitan dengan ekonomi (misalnya ekonomi Pancasila), demikian pula dalam kaitannya dengan pendidikan, hukum, kebudayaan, Iptek, hankam dan bidang lainnya.
            Berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka tersebut nilai – nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut :

Nilai Dasar, 
yaitu hakikat sila Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Nilai dasar tersebut adalah merupakan essensi dari sila – sila Pancasila yang sifatnya universal, sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita – cita, tujuan serta nilai – nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ideolologi tersebut tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, sehingga oleh karena Pembukaan memuat nilai – nilai dasar ideologi Pancasila maka Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu norma dasar yang merupakan tertib hukum tertinggi, sebagai sumber hukum positif sehingga dalam negara memiliki kedudukan sebagai  ‘ Staatsfundamentalnorm ‘ atau Pokok Kaidah Negara yang Fundamental yang terekat pada kelangsungan hidup negara. Sebagai ideologi terbuka nilai dasar inilah yang bersifat tetap dan oleh karena Pembukaan UUD 1945 juga memuat nilai – nilai dasar tersebut maka Pembukaan UUD 1945 juga memiliki sifat yang tetap dan terlekat pada kelangsungan hidup negara, sehingga mengubah Pembukaan UUD 1945 yang memuat nilai dasar ideologi Pancasila tersebut sama halnya dengan pembubaran negara. Adapun nilai dasar tersebut kemudian dijabarkan dalam pasal – pasal UUD 1945 yang didalamnya terkandung lembaga – lembaga penyelenggara negara hubungan antar lembaga penyelenggara negara beserta tugas dan wewenangnya.

Nilai Instrumental, 
yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaannya. Nilai instrumental ini merupakan eksplisitasi, penjabaran lebih lanjut dari nilai – nilai dasar dalam rangka penyesuaian dalam pelaksanaan nilai – nilai dasar ideologi Pancasila. Misalnya GBHN yang lima tahun sekali senantiasa disesuaikan dengan perkembangan zaman serta aspirasi masyarakat, undang – undang, departemen – departemen sebagai lembaga pelaksana dan lain sebagainya.

Nilai Praksis, 
            yaitu merupakan realisasi nilai – nilai instrumental dalam suatu realisasi pengamalan yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari – hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ( lihat BP-7 Pusat, 1994 : 8 ). Dalam pengamalan praksis inilah maka akan nampak apakah penjabaran serta eksplisitasi nilai – nilai dasar ideologi Pancasila itu sesuai atau tidak dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika masyarakat.
            Suatu ideologi selain memiliki aspek – aspek yang bersifat ideal yang berupa cita – cita, pemikiran – pemikiran serta nilai – nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas karena ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan praksis yang merupakan suatu pengalaman nyata. Oleh karena itu

Pancasila sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka memiliki tiga dimensi yaitu :
Dimensi Idealistis, 
            yaitu nilai – nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai – nilai yang terkandung dalam sila – sila yang terkandung dalam sila – sila Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Hakikat nilai – nilai Pancasila tersebut bersumber pada filsafat Pancasila (nilai – nilai filosofis yang terkandung dalam Pancasila). Karena setiap ideologi bersumber pada suatu nilai – nilai filosofis atau sistem filsafat (Soeryanto, 1991 : 59). Kadar serta idealisme yang terkandung dalam Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme serta mampu menggugah motivasi para pendukungnya untuk berupaya mewujudkan apa yang dicita – citakan (Koento Wibisono, 1989).

Dimensi Normatif, 
            yaitu nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam norma – norma kenegaraan. Dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan norma tertib hukum tertinggi dalam negara Indonesia serta merupakan Staatsfundamentalnorm (Pokok Kaidah negara yang Fundamental). Dalam pengertian ini ideologi Pancasila agar mampu dijabarkan ke dalam langkah operasional, maka perlu memiliki norma yang jelas (lihat Soeryanto, 1991).    

Dimensi Relistis, 
            yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu Pancasila selain memiliki dimensi nilai – nilai ideal serta normatif maka Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata (kongkrit) baik dalam kehidupan sehari – hari mampu dalam penyelenggaraan negara. Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi terbuka tidak bersifat ‘ Utopis ‘ yang hanya berisi ide – ide yang bersifat mengawang, melainkan suatu ideologi  yang bersifat ‘ Realistis ‘ artinya mampu dijabarkan dalam segala aspek kehidupan nyata.
            Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka sifat ideologi Pancasila tidak bersifat ‘ Utopis ‘ yaitu hanya merupakan system ide – ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari – hari secara nyata. Demikian pula ideologi Pancasila bukanlah merupakan suatu ‘ Doktrin ‘ belaka yang bersifat tertutup yang merupakan norma – norma yang beku, melainkan di samping memiliki idealisme Pancasila juga bersifat nyata dan dinamis. Akhirnya Pancasila juga bukan merupakan suatu ideologi yang ‘pragmatis ‘ yang hanya menekankan segi praktis – praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme. Maka ideologi Pancasila yang bersifat terbuka pada hakikatnya, nilai – nilai dasar (hakikat sila – sila Pancasila) yang bersifat universal dan tetap, adapun penjabaran dan realisasinya senantiasa dieksplisitkan secara dinamis, terbuka dan senantiasa mengikuti perkembangan zaman serta dinamika aspirasi para pendukungnya.

A.      Bentuk Susunan Kesatuan Sila – Sila Pancasila
            Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah merupakan suatu asas kerokhanian, yang berarti sebagai suatu dasar filsafat maka Pancasila adalah merupakan suatu sistem filsafat. Sebagai suatu sistem filsafat maka Pancasila secara epistemologis harus merupakan suatu kesatuan sistematis di antara kelima silanya.
            Pancasila yang terdiri atas lima sila bukanlah merupaka suatu kumpulan sila – sila yang dapat dicerai beraikan atau Pancasila bukanlah merupakan suatu kumpulan sila – sila yang masing – masing dapat berdiri sendiri – sendiri. Pancasila dengan kelima silanya pada hakikatnya adalah merupakan suatu kesatuan bulat dan utuh, hal ini memang dikehendaki demikian sesuai dengan fungsinya sebagai dasar filsafat negara. Suatu dasar filsafat negara harus merupakan suatu keutuhan yang sistematis. Memang boleh terdiri atas bagian – bagian yang menyusunnya, namun bagian – bagian ini tidak saling bertentangan namun merupakan suatu kesatuan. Oleh karena itu kesatuan sila – sila Pancasila yang terdiri atas lima sila ( majemuk), adalah merupakan suatu kesatuan, keutuhan yang sistematis (tunggal). Maka kesatuan sila- sila Pancasila menurut Notonagoro disebut sebagai suatu kesatuan yang ‘ Majemuk Tunggal ‘. Adapun kesatuan yang ‘ Majemuk Tunggal ‘ tersebut secara sistematis dipahami atas tiga pengertian sebagai berikut :
1.     Susunannya Kesatuan Pancasila yang Bersifat Kesatuan Organis
      Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah terdiri atas lima sila yang merupakan suatu kesatuan atau merupakan suatu keseluruhan dan di antara sila satu dengan lainnya tidak saling bertentangan. Kelima sila secara bersama – sama menyusun suatu kesatuan dan keutuhan. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat maka tiap – tiap sila merupakan suatu bagian yang mutlak (unsur) dari Pancasila. Oleh karena itu bilamana suatu satu sila saja terlepas dari sila lainnya maka hilanglah fungsi kesatuan sila – sila Pancasila tersebut, sehingga bilamana satu sila saja terlepas dari sila lainnya maka pada hakikatnya bukanlah merupakan Pancasila.
      Kesatuan sila – sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologism manusia sebagai subjek pendukung dari inti, isi dari sila – sila Pancasila adalah hakikat manusia ‘ Monopluralis ‘ yang memiliki unsur – unsur susunan kodrat  jasmani – rokhani, sifat kodrat  individu-makhluk sosial serta ‘ kedudukan kodrat‘ sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
      Unsur – unsur hakikat manusia tersebut adalah merupakan  suatu kesatuan yang bersifat organis, serta harmonis. Setiap unsur memiliki kedudukan yang mutlak dan fungsi yang mutlak. Atas dasar pengertian tersebut maka inti-isi dari tiap sila dari Pancasila adalah merupakan suatu penjelmaan hakikat manusia ‘monopluralis’ tersebut yang unsur – unsurnya secara keseluruhan sebagai suatu keutuhan dan kesatuan yang organis, sehingga penjelmaan pada sila – sila Pancasilapun juga merupakan suatu kesatuan yang ‘ organis‘ pula.
2.     Susunan Kesatuan Sila – sila Pancasila Yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
      Pancasila yang terdiri atas lima sila yang merupakan suatu kesatuan yang bersifat ‘ Majemuk Tunggal’  tersebut pada hakikatnya kesatuan kelima sila tersebut adalah bersifat hierarkhis dan berbentuk pyramidal. Kesatuan sila – sila Pancasila tersebut adalah merupakan suatu kesatuan yang bertingkat (hierarkhis) dan berbentuk pyramidal. Pengertian matematika pyramidal dipergunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila – sila Pancasila dalam hal urut – urutan luas (kuantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya (kualitas). Kalau dilihat dari intinya, maka urut – urutan kelima sila menunjukkan suatu rangkaian bertingkat dalam hal luasnya dan sifatnya, setiap sila yang dibelakang sila lainnya adalah lebih sempit luasnya akan tetapi lebih banyak isi sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila – sila dimukanya.
      Urut – urutan kelima sila tersebut memiliki hubungan yang saling mengikat antara sila satu dengan lainnya sehingga merupakan suatu kesatuan yang bulat. Dalam susunan kesatuan hierarkhis berbentuk piramidal ini maka sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah yang paling luas oleh karena itu merupakan basis (dasar) dari keempat sila lainnya. Adapun rumusan kesatuan sila – sila Pancasila yang bersifat hierarkhis dan berbentuk pyramidal tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Sila Ketuhanan Yang Maha Esa,  
            adalah mendasari, meliputi dan menjiwai sila – sila, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.    
2.      Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, 
            adalah didasari, diliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mendasari, meliputi dan menjiwai sila – sila Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.      Sila Persatuan Indonesia, 
            adalah didasari, dijiwai dan diliputi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan mendasari, meliputi dan menjiwai sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
4.      Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, 
            adalah didasari, diliputi dan dijiwai oleh sila – sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia serta Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.      Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, 
            adalah didasari, diliputi dan dijiwai oleh sila – sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.

Rumusan hubungan kesatuan sila – sila Pancasila yang bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal tersebut bilamana dirumuskan dengan diagram yang sederhana, adalah sebagai berikut :
1                                                     2,  3,  4,  5     
                                                1                       2                              3,  4,  5  
                                            2,  1                        3                                  4,  5
                                       3,  2,  1                         4                                       5
                                   4,  3,  2,  1                          5
Penjelasan      :
Sila  1,   meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2, 3, 4, dan 5
Sila 2, diliputi, didasari dan dijiwai sila 1, serta mendasari dan menjiwai sila – sila 3, 4,
              dan 5
Sila 3, diliputi, dijiwai sila 1 dan 2, serta meliputi, mendasari dan menjiwai sila – sila 4
               dan 5
Sila 4, diliputi, didasari dan dijiwai sila 1, 2 dan  serta meliputi, mendasari dan menjiwai
              sila 5
Sila   5,  diliputi, didasari dan dijiwai sila – sila 1, 2, 3, dan 4


3. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila – sila Pancasila yang saling Mengisi dan
       Saling Mengkualifikasi
            Kesatuan sila – sila Pancasila yang ‘Majemuk Tunggal’, Hierarkhis Piramidal’  juga memiliki sifat saling mengkualifikasi dan saling mengisi. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya, atau denga lain perkataan dalam setiap sila senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainnya. Adapun rumusan kesatuan sila – sila Pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi adalah sebagai berikut :
1.      Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.   
2.      Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab,  adalah ber- Ketuhanan Yang Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluuh rakyat Indonesia.
3.      Sila Persatuan Indonesia,  adalah ber- Ketuhanan Yang Maha Esa, ber- kemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 
4.      Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, adalah ber- Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.      Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah ber- Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia dan berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. (Notonagoro, 1975 : 43, 44).

B.   Isi Arti Pancasila
Sebagaimana dibahas di muka bahwa Pancasila adalah sebagai suatu dasar filsafat negara Indonesia. Oleh karena Pancasila sebagai dasar filsafat negara, maka Pancasila harus mampu ditransformasikan serta direalisasikan dalam setiap aspek penyelenggaraan negara. Untuk memahami aspek yang mana saja dalam Pancasila untuk direalisasikan dalam kehidupan kenegaraan maka perlu diketahui isi arti Pancasila. Secara epistemologis isi arti Pancasila dibedakan atas tiga macam yaitu : isi arti Pancasila yang abstrak, umum, universal, isi arti Pancasila yang umum kolektif dan isi arti Pancasila yang khusus singular dan kongkrit.

1.      Isi Arti Pancasila yang Abstrak Umum Universal
Berdasarkan analisis morfologis pada kata – kata dasar yang terdapat dalam sila – sila Pancasila, makna morfologis yang terdapat pada kata – kata dasar polimorfemik yaitu yang mendapat imbuhan awalan dan akhiran, Ketuhanan,  kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan menurut      M. Ramlan (1983 : 145), memiliki makna abstrak yaitu sesuatu yang bersifat tidak maujud, hanya dapat dipahami melalui akal budi, dipahami dan dimengerti oleh akal, tidak dapat diindra dan bersifat tetap.
Berdasarkan hukum logika term pada kata dasar tersebut memiliki luas pengertian yang bersifat umum universal (Lanur, 1983 : 15, bandingkan Poespoprodjo, dkk, 1987 : 51). Isi arti yang umum universal adalah isi arti yang bersifat umum tidak terbatas oleh ruang, waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah. Berdasarkan analisis logika maka term- term sila- sila Pancasila adalah bersifat abstrak umum universal. Oleh karena sifatnya yang abstrak umum universal maka memiliki sifat yang tetap dan tidak berubah.
Isi arti Pancasila yang umum universal adalah menyangkut isi arti Pancasila yang terdalam yaitu makna esensial dari sila- sila Pancasila, inti sari dari sila- sila Pancasila atau secara ilmiah hakikat sila- sila Pancasila. Hakikat sila- sila Pancasila itu berturut- turut adalah hakikat Tuhan, manusia,  satu rakyat dan adil. Negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan, manusia, satu rakyat dan adil, dan kesesuaian itu dalam arti sebab akibat. Bidang pembahasan hakikat sila- sila Pancasila ini dibahas dalam bidang kajian Filsafat Pancasila karena menyangkut tingkatan pengetahuan tentang hakikat yaitu pengetahuan yang essensial.

2.      Isi Arti Pancasila yang Umum Kolektif
Isi arti Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah bersifat abstrak umum universal. Karena sifatnya yang abstrak umum universal maka bersifat tetap dan tidak berubah. Namun isi arti Pancasila yang umum universal tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, yaitu berupa pedoman dalam penyelenggaraan negara termasuk Garis- garis Besar Haluan Negara. Isi arti Pancasila sebagai pedoman dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara adalah isi arti Pancasila yang umum kolektif.
Isi arti Pancasila yang umum kolektif adalah merupakan wujud pelaksanaan Pancasila dasar filsafat negara, secara kongkrit yang diterapkan dalam lingkungan hidup kenegaraan, sehingga berlaku secara umum dan kolektif. Disebut umum kolektif karena berlaku bagi lingkungan kolektivitas bangsa dan negara Indonesia. Realisasi isi arti Pancasila yang umum kolektif ini adalah merupakan pedoman normatif bagi negara terutama peraturan perundang- undangan di Indonesia. Beberapa contoh isi arti Pancasila yang umum kolektif tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Sila Pertama : Ketuhanan yang Maha Esa
1)      Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa (Pembukaan UUD 1945 alenia IV) (Pokok Pikiran IV).
2)      Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa (Pasal 29) (ayat 1) Kemerdekaan bagi tiap- tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya masing- masing (Pasal 29) (ayat 2)
3)      Pendidika nasional antara lain untuk membentuk manusia yang bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa (GBHN 1998)
b.      Sila Kedua  :  Kemanusiaan yang adil dan beradab
1)      Jaminan hak- hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Pasal 27, 28, 29 ayat (2), 30 ayat (1) dan 31 UUD 1945.
2)      Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan (Pembukaan UUD 1945 alinea I).
3)      Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab (Pokok Pikiran ke IV).
4)      Hakikat Pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya (GBHN 1998)
c.       Sila Ketiga :  Persatuan Indonesia
1)      Negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa (Pembukaan Alinea IV), (Pokok Pikiran ke I)
2)      Negara  Indonesia  adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik (Pasal 1  UUD 1945)
3)      Lambang negara dan bangsa adalah bendera sang Merah Putih (Pasal 35 UUD 1945)
4)      Bahasa negara adalah bahasa persatuan Bahasa Indonesia (Pasal 36 UUD 1945)
5)      Lambang persatuan dan kesatuan bangsa adalah Bhinneka Tunggal Ika.
6)      Wawasan Nusantara dalam mencapai tujuan Pembangunan Nasional (GBHN 1998)
d.      Sila Keempat  :  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan
1)      Asas politik negara adalah negara Indonesia berkedaulatan rakyat (Pembukaan UUD 1945 Alinea IV)
2)      Kedaulatan  adalah  di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 ). Termasuk pula pasal 2 dan 3 tentang MPR.
e.       Sila Kelima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
1)      Negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial (Pembukaan UUD 1945 Alenia IV).  
2)      Negara mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pembukaan UUD 1945 Pokok Pikiran kedua).
3)      Suatu tata perekonomian yang berdasarkan atas kekeluargaan (Pasal 33 UUD 1945)
4)      Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara (UUD 1945 Pasal 34)

1.      Isi Arti Pancasila yang Khusus, Singular dan Kongkrit

Isi arti Pancasila yang abstrak umum universal yang merupakan hakikat dari sila- sila Pancasila pada hakikatnya adalah merupakan suatu dasar filosofis, merupakan suatu prinsip dasar, sumber norma bagi setiap aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Oleh karena itu isi arti Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia merupakan sumber segala nilai, norma maupun sifat- sifat yang menyangkut segala hal dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sebagai suatu dasar filsafat maka Pancasila bersifat abstrak artinya merupakan nilai dan luas pengertiannya bersifat umum universal.
Namun demikian prinsip- prinsip yang bersifat universal tersebut harus dilaksanakan, diwujudkan dan direalisasikan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, yang berupa norma- norma kenegaraan terutama peraturan perundang- undangan. Dalam pengertian inilah maka Pancasila merupakan pedoman normatif bagi bangsa dan negara secara kolektif, sehingga isi arti Pancasila yang demikian ini bersifat umum kolektif.
Pedoman umum kolektif bagi bangsa dan negara Indonesia tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut dalam wujud realisasi kongrit atau pengamalan secara kongkrit dalam berbagai bidang kehidupan baik dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara dalam pengertian inilah maka isi arti Pancasila disebut khusus singgular dan kongkrit. Isi arti Pancasila yang demikian ini merupakan pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan nyata, antara lain dalam bidang- bidang khusus namun bersifat nyata antara lain dalam bidang : sosial, budaya, ekonomi, politik, kebudayaan, organisasi, administrasi, partai politik maupun golongan karya, hankam, pendidikan dan semua aspek yang berkaitan dengan pembangunan nasional termasuk kebijaksanaan dalam maupun luar negeri.
Pelaksanaan Pancasila yang bersifat kongkrit ini senantiasa berkembang sehingga bersifat dinamis yaitu selalu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, peradaban manusia serta perkembangan aspirasi masyarakat. Oleh karena sifatnya yang khusus, kongkrit dan dinamis maka setiap pelaksanaan, kebijaksanaan maupun strategi pelaksanaan dimungkinkan dapat berbeda- beda, namun tetap dalam batas- batas dan bingkai isi arti Pancasila yang umum universal serta norma- norma yang bersifat umum kolektif terutama sebagaimana terumuskan dalam pokok- pokok hukum positif Indonesia yaitu UUD 1945 serta Ketetapan MPR.
Beberapa contoh kongkrit pelaksanaan isi arti Pancasila yang khusus dan kongkrit dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara adalah sebagai berikut :

a.      Bidang Politik,  misalnya :
1.      Dengan adanya partai- partai politik yang berbeda- beda namun memiliki asas yang sama yaitu asas Pancasila. Setiap partai politik maupun golongan karya memiliki perbedaan- perbedaan, sifat organisasinya, anggaran rumah tangganya, dan terutama perbedaan dalam kebijaksanaan programnya.
2.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum Anggota- anggota Badan Permusyawaratan / Perwakilan Rakyat yang telah tiga kali diubah, yaitu dengan Undang- undang Nomor 4 Tahun 1975, Undang- undang Nomor 3 Tahun 1980, dan terakhir Undang- undang Nomor 1 Tahun 1985, serta untuk menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Undang- undang Pemilihan Umum.
3.      Pelaksanaan Pemilu setiap lima tahun sekali dimana rakyat menyalurkan aspirasinya untuk memilih wakil- wakilnya yang duduk dalam DPR, MPR.

b.      Bidang Ekonomi,  misalnya :
1.      Adanya BUMN yang juga dapat melibatkan partisipasi swasta, sehingga terdapat pengembangan usaha milik negara dan warga sebagai perseorangan.
2.      Adanya subsidi negara terhadap distribusi BBM yang ditentukan berdasarkan atas pemerataan.

c.       Bidang Pendidikan, misalnya :
1.      Diberi kebebasan kepada setiap siswa / mahasiswa untuk memilih mata kuliah agama sesuai dengan kepercayaan dan ketaqwaannya masing- masing.
2.      Dikembangkannya bantuan pendidikan sebagai pengembangan rasa kemanusiaan dan rasa keadilan terutama dalam mengenyam pendidikan.
      
C.     Negara Pancasila
Manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan harkat dan martabatnya tidaklahmungkin untuk dipenuhinya sendiri, oleh karena itu manusia manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Dalam pengertian inilah manusia membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut negara. Namun demikian dalam kenyataannya sifat- sifat negara satu dengan lainnya memiliki perbedaan dan hal ini sangat ditentukan oleh pemahaman ontologism hakikat manusia sebagai pendukung pokok negara, sekaligus sebagai tujuan adanya suatu negara.
Bangsa Indonesia dalam panggung sejarah berdirinya negara di dunia memiliki suatu ciri khas yaitu dengan mengangkat nilai- nilai yang telah dimilikinya sebelum membentuk suatu negara modern. Nilai- nilai tersebut adalah berupa nilai- nilai adat- istiadat kebudayaaan, serta nilai religius yang kemudian dikristalisasikan menjadi suatu sistem nilai yang disebut Pancasila. Dalam upayanya untuk membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut negara maka bangsa Indonesia mendasarkan pada suatu pandangan hidup yang telah dimilikinya yaitu Pancasila.
Berdasarkan ciri khas serta proses dalam rangka membentuk suatu negara, maka bangsa Indonesia mendirikan suatu negara memiliki suatu karakteristik, ciri khas yang karena ditentukan oleh keanekaragaman, sifat dan karakternya, maka bangsa Indonesia mendirikan suatu negara yang berdasarkan Filsafat Pancasila, yaitu suatu negara Persatuan, suatu negara Kebangsaan serta suatu negara yang  bersifat Integralistik. Hakikat serta pengertian sifat- sifat negara tersebut adalah sebagai berikut :

1.      Paham Negara Persatuan
Bangsa dan negara Indonesia adalah terdiri atas berbagai macam unsur yang membentuknya yaitu suku bangsa, kepulauan, kebudayaan, golongan serta agama yang secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan. Oleh karena negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila sebagai suatu negara Persatuan sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945, Negara Persatuan Republik yang Berkedaulatan Rakyat. Ditegaskan kembali dalam Pokok Pikiran Pertama “ ….  bahwa negara Indonsia adalah negara persatuan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Hakikat negara persatuan dalam pengertian ini adalah negara yang merupakan suatu kesatuan dari unsur – unsur yang membentuknya, yaitu rakyat yang terdiri atas berbagai macam etnis suku bangsa, golongan, kebudayaan, serta agama. Wilayah, yang terdiri atas beribu- ribu pulau yang sekaligus juga memiliki sifat dan karakter yang berbeda- beda pula. Oleh karena itu negara persatuan adalah merupakan suatu kesatuan dari unsur- unsur yang menyusunnya, yang merupakan satu negara, satu rakyat, satu wilayah dan tidak terbagi- bagi misalnya seperti negara serikat, satu Pemerintahan, satu tertib hukum yaitu tertib hukum nasional, satu kesatuan bahasa serta satu bangsa yaitu Indonesia.
Pengertian Persatuan Indonesia lebih lanjut dijelaskan secara resmi dalam Pembukaan UUD 1945 yang termuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7, bahwa bangsa Indonesia mendirikan negara Indonesia dipergunakan aliran pengertian ‘Negara persatuan’ yaitu negara yang mengatasi segala paham golongan dan paham perseorangan. Jadi ‘Negara Persatuan’ bukanlah negara yang berdasarkan individualisme sebagaimana diterapkan di negara liberal di mana negara hanya merupakan suatu ikatan individu saja. Demikian juga negara persatuan bukanlah negara yang berdasarkan klass, atau ‘Klass Staat’  (Negara Kelas) yang hanya mendasarkan pada satu golongan saja. Negara persatuan pada hakikatnya adalah negara yang mengatasi segala golongan, negara melindungi seluruh warganya yang terdiri atas berbagai macam golongan serta paham. Negara persatuan pada hakikatnya mendasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu Negara persatuan adalah negara yang memiliki sifat persatuan bersama, negara yang berdasarkan kekeluargaan, tolong- menolong atas dasar keadilan sosial.

Bhinneka Tunggal Ika
Sebagaimana diketahui bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang memiliki karakter, kebudayaan serta adat- istiadat yang beraneka ragam, namun keseluruhannya merupakan suatu kesatuan dan persatuan negara dan bangsa Indonesia. Penjelmaan persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia tersebut disimpulkan dalam PP. No. 66 Tahun 1951, 17 Oktober dan diundangkan tanggal 28 Nopember 1951 dan termuat dalam Lembaran Negara No. II/Tahun 1951 yaitu dengan lambang negara dan bangsa burung Garuda Pancasila dengan seloka Bhinnneka Tunggal Ika.
Hakikat makna Bhinnneka Tunggal Ika yang memberikan suatu pengertian bahwa meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas bermacam- macam suku bangsa yang memiliki adat- istiadat, kebudayaan serta karakter yang berbeda- beda, memiliki agama yang berbeda- beda dan terdiri atas beribu- ribu kepulauan wilayah nusantara Indonesia, namun keseluruhannya adalah merupakan suatu persatuan yaitu persatuan bangsa dan negara Indonesia. Perbedaan itu adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, namun perbedaan itu bukannya untuk dipertentangkan dan diperuncingkan melainkan perbedaan itu untuk dipersatukan disintesakan dalam suatu sintesa yang positif dalam suatu negara kebersamaan, negara persatuan Indonesia (Notonagoro, 1975 : 106).

2.      Paham Negara Kebangsaan
Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia adalah sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa yang memiliki sifat kodrat sebagai makhluk individu yang memiliki kebebasan dan juga sebagai makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain. Oleh karena itu dalam upaya untuk merealisasikan harkat dan martabatnya secara sempurna maka manusia membentuk suatu persekutuan hidup dalam suatu wilayah tertentu serta memiliki suatu tujuan tertentu. Dalam pengertian inilah maka manusia membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut sebagai bangsa, dan bangsa yang hidup dalam suatu wilayah tertentu serta memiliki tujuan tertentu maka pengertian ini disebut sebagai negara.
Menurut Muhammad Yamin bangsa Indonesia dalam merintis terbentuknya suatu bangsa dalam panggung politik internasional, yaitu suatu bangsa yang modern yang memiliki kemerdekaan dan kebebasan, berlangsung melalui tiga fase. Pertama, yaitu zaman kebangsaan Sriwijaya, kedua negara kebangsaan zaman Majapahit. Kedua zaman negara kebangsaan tersebut adalah merupakan kebangsaan lama, dan pada gilirannya masyarakat Indonesia membentuk suatu Nationale Staat, atau suatu Etat Nationale, yaitu suatu Negara kebangsaan Indonesia Modern menurut susunan kekeluargaanberdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa serta kemanusiaan ( sekarang Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 ) 

  


1 komentar:

  1. 1xbet korean | 100% Bonus up to C$1,500
    1xbet korean is the world's favourite online 1xbet nigeria casino. Our platform is focused on giving the world the chance to win real money. We provide trusted online casino

    BalasHapus