KATA PENGANTAR
Perkembangan
kehidupan kenegaraan Indonesia mengalami perubahan yang sangat besar terutama
berkaitan dengan gerakan reformasi dan GBHN tahun 1998. Oleh karena itu materi
perkuliahan Pancasila tidak mungkin dilepaskan dari perkembangan kenegaraan
tersebut, agar dasar objektivitas dan keilmiahan pembahasannya dapat
dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan
kenyataan tersebut maka penulis berpendapat bahwa, sudah merupakan suatu
keharusan untuk menata ulang materi kuliah Pendidikan Pancasila agar sesuai
dengan perkembangan zaman dan terutama tuntunan reformasi dewasa ini agar
mahasiswa dapat menerima materi kuliah tersebut secara objektif dan ilmiah.
Dalam proses penyusunan ulang materi inilah penulis berupaya untuk mengumpulkan
buku – buku referensi, hasil – hasil diskusi ilmiah serta berbagai tulisan di
media massa yang bermutu dan benar – benar dapat dipertanggungjawabkan.
Kepada
semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu demi
kesempurnaan buku ini, hasil – hasilnya
terutama hasil diskusi panel tentang “ Reformasi “ , merupakan input yang
berharga bagi penyusunan buku ini, dan terlebih lagi teman – teman sejawat
Forum Diskusi Dosen dosen Pancasila,
Ucapan
terima kasih yang sebesar – besarnya juga penulis sampaikan kepada para
pengampu kuliah Pancasila di berbagai wilayah di tanah air atas saran tertulis secara langsung maupun
atas kepercayaan kepada buku ini untuk referensi kuliah,
Serta teman – teman
pengampu MKU lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan secara keseluruhan. Penulis
senantiasa terbuka untuk menerima masukan demi penyempurnaan buku berikutnya,
karena buku ini akan senantiasa tampil dengan materi yang actual yang sedang
berkembang dalam masyarakat, bangsa dan Negara. Akhirnya mudah – mudahan buku
ini bermanfaat bagi pendidikan tinggi terutama pembinaan intelektual bangsa.
BAB I
PANCASILA
A.
Pengertian
Asal Mula Pancasila
Pancasila
sebagai dasar filsafat serta idiologi bangsa dan negara Indonesia, bukan
terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang
sebagaimana yang terjadi pada idiologi – idiologi lain di dunia, namun
terbentuknya Pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa
Indonesia.
Secara kausalitas Pancasila sebelum
disyahkan menjadi dasar filsafat negara nilai – nilainya telah ada dan berasal
dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa nilai – nilai adat – istiadat,
kebudayaan dan nilai – nilai religius. Kemudian para pendiri negara Indonesia mengangkat
nilai – nilai tersebut dirumuskan secara musyawarah mufakat berdasarkan moral
yang luhur, antara lain dalam sidang – sidang BPUPKI pertama, sidang Panitia
Sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta yang memuat Pancasila yang
pertama kali, kemudian dibahas lagi dalam sidang BPUPKI kedua. Setelah
kemerdekaan Indonesia sebelum sidang resmi PPKI Pancasila sebagai calon dasar
filsafat negara dibahas serta disempurnakan kembali dan akhirnya pada tanggal
18 Agustus 1945 disyahkan oleh PPKI sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia.
Oleh karena itu agar memiliki pengetahuan
yang lengkap tentang proses terjadinya Pancasila, maka secara ilmiah harus
ditinjau berdasarkan proses kausalitas. Maka secara kausalitas asal mula
Pancasila dibedakan atas dua macam yaitu : asal mula yang
langsung dan asal
mula yang tidak langsung.
Adapun pengertian asal mula tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Asal Mula yang Langsung
Pengertian asal mula secara ilmiah
filsafati dibedakan atas empat macam yaitu : Kausa Materialis, Kausa Formalis,
Kausa Efficient dan Kausa Finalis ( Bagus, 1991 : 158 ). Teori
kausalitas ini dikembangkan oleh Aristoteles, adapun berkaitan dengan asal mula
yang langsung tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yaitu asal mula yang sesudah dan
menjelang Proklamasi Kemerdekaan yaitu sejak dirumuskan oleh para pendiri
negara sejak sidang BPUPKI pertama, Panitia Sembilan, sidang BPUPKI
kedua serta sidang PPKI sampai pengesahannya. Adapun rincian asal mula langsung
Pancasila tersebut menurut Notonagoro adalah sebagai berikut :
a. Asal mula bahan ( Kausa Materialis
)
Bangsa Indonesia adalah sebagai asal
dari nilai – nilai Pancasila, sehingga Pancasila itu pada hakikatnya nilai –
nilai yang merupakan unsur – unsur Pancasila digali dari bangsa Indonesia yang
berupa nilai – nilai adat – istiadat kebudayaan serta nilai – nilai religius
yang terdapat dalam kehidupan sehari – hari bangsa Indonesia. Dengan demikian
asal bahan Pancasila adalah pada bangsa Indonesia sendiri yang terdapat dalam kepribadian
dan pandangan hidup
b. Asal mula bentuk ( Kausa Formalis )
Hal ini dimaksudkan bagaimana asal
mula bentuk atau bagaimana bentuk Pancasila itu dirumuskan sebagaimana termuat
dalam Pembukaan UUD 1945. Maka asal mula bentuk Pancasila adalah Ir. Soekarno
bersama – sama Drs. Moh. Hatta serta serta anggota BPUPKI lainnya merumuskan
dan membahas Pancasila terutama dalam hal bentuk, rumusan serta nama
Pancasila.
c. Asal mula karya ( Kausa Effisien )
Kausa effisien atau asal mula karya
yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar negara menjadi dasar
negara yang sah. Adapun asal mula karya adalah PPKI sebagai pembentuk negara
dan atas kuasa pembentuk negara yang mengesahkan Pancasila menjadi dasar negara
yang sah, setelah dilakukan pembahasan baik dalam sidang – sidang BPUPKI,
Panitia Sembilan.
d. Asal mula tujuan ( Kausa Finalis )
Pancasila dirumuskan dan dibahas
dalam sidang – sidang para pendiri negara, tujuannya adalah untuk dijadikan
sebagai dasar negara. Oleh karena itu asal mula tujuan tersebut adalah para
anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan termasuk Soekarno dan Hatta yang menentukan
tujuan dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan oleh PPKI sebagai dasar
negara yang sah. Demikian pula para pendiri negara tersebut juga berfungsi sebagai
kausa sambungan karena yang merumuskan dasar filsafat negara.
2. Asal Mula yang Tidak Langsung
Secara kausalitas asal mula yang tidak
langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi kemerdekaan. Berarti
bahwa asal mula nilai – nilai Pancasila yang terdapat dalam adat – istiadat,
dalam kebudayaan serta dalam nilai – nilai agama bangsa Indonesia, sehingga
dengan demikian asal mula tidak langsung Pancasila adalah terdapat pada
kepribadian serta dalam pandangan hidup sehari – hari bangsa Indonesia. Maka
asal mula tidak langsung Pancasila bilamana dirinci adalah sebagai berikut :
a. Unsur
– unsur Pancasila tersebut sebelum secara langsung dirumuskan menjadi
dasar filsafat negara, nilai – nilainya yaitu nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan,
nilai nilai Persatuan, nilai Kerakyatan dan nilai Keadilan telah ada dan tercermin
dalam kehidupan sehari – hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara.
dasar filsafat negara, nilai – nilainya yaitu nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan,
nilai nilai Persatuan, nilai Kerakyatan dan nilai Keadilan telah ada dan tercermin
dalam kehidupan sehari – hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara.
b. Nilai
– nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia
sebelum membentuk negara, yang berupa nilai – nilai adat – istiadat, nilai
kebudayaan serta nilai – nilai religius. Nilai – nilai tersebut menjadi pedoman
dalam memecahkan problema kehidupan sehari – hari bangsa Indonesia.
sebelum membentuk negara, yang berupa nilai – nilai adat – istiadat, nilai
kebudayaan serta nilai – nilai religius. Nilai – nilai tersebut menjadi pedoman
dalam memecahkan problema kehidupan sehari – hari bangsa Indonesia.
c. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa asal mula tidak langsung Pancasila
pada hakekatnya bangsa Indonesia sendiri, atau dengan lain perkataan bangsa
Indonesia sebagai “ Kausa Materialis “ atau sebagai asal mula tidak langsung
nilai – nilai Pancasila.
pada hakekatnya bangsa Indonesia sendiri, atau dengan lain perkataan bangsa
Indonesia sebagai “ Kausa Materialis “ atau sebagai asal mula tidak langsung
nilai – nilai Pancasila.
Demikianlah
tinjauan Pancasila dari segi kausalitas, sehingga memberikan dasar – dasar
ilmiah bahwa Pancasila itu pada hakekatnya adalah sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia,
yang jauh sebelum bangsa Indonesia membentuk negara nilai – nilai tersebut
telah tercermin dan teramalkan dalam kehidupan sehari – hari. Selain itu
tinjauan kausalitas tersebut memberikan bukti secara ilmiah bahwa Pancasila
bukan merupakan hasil perenungan atau pemikiran seseorang, atau kelompok orang
bahkan Pancasila juga bukan merupakan hasil sintesa paham – paham besar dunia,
melainkan nilai – nilai Pancasila secara tidak langsung telah terkandung dalam
pandangan hidup bangsa Indonesia.
3. Bangsa Indonesia ber – Pancasila
dalam “ Tri Prakara “
Berdasarkan tinjauan Pancasila secara
kausalitas tersebut di atas maka memberikan pemahaman perspektif pada kita
bahwa proses terbentuknya Pancasila melalui suatu proses yang cukup panjang
dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Dengan demikian kita mendapatkan suatu
kesatuan pemahaman bahwa Pancasila sebelum disahkan oleh PPKI sebagai Dasar
Filsafat Negara Indonesia secara yuridis, dalam kenyataannya unsur – unsur
Pancasila telah ada pada bangsa Indonesia telah melekat pada bangsa Indonesia
dalam kehidupan sehari – hari berupa nilai adat – istiadat, nilai – nilai
kebudayaan serta nilai – nilai religius. Nilai – nilai tersebut yang kemudian
diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara diolah dibahas yang kemudian
disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Berdasarkan pengertian
tersebut maka pada hakikatnya bangsa Indonesia ber- Pancasila dalam tiga asas
atau “ Tri Prakara “ yang rinciannya
adalah sebagai berikut :
Pertama : Bahwa
unsur – unsur Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar filsafat
negara secara yuridis sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai
asas- asas dalam adat istiadat dan kebudayaan dalam arti luas
( Pancasila Asas kebudayaan ).
negara secara yuridis sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai
asas- asas dalam adat istiadat dan kebudayaan dalam arti luas
( Pancasila Asas kebudayaan ).
Kedua : Demikian juga
unsur – unsur Pancasila telah terdapat pada bangsa
Indonesia sebagai asas – asas dalam agama – agama ( nilai – nilai
religius ) ( Pancasila Asas Religius )
Indonesia sebagai asas – asas dalam agama – agama ( nilai – nilai
religius ) ( Pancasila Asas Religius )
Ketiga : Unsur – unsur
tadi kemudian diolah, dibahas dan dirumuskan secara
seksama oleh para pendiri negara dalam sidang – sidang BPUPKI,
Panitia ‘ Sembilan ‘. Setelah bangsa Indonesia merdeka rumusan
Pancasila calon dasar negara tersebut kemudian disahkan oleh PPKI
sebagai dasar Filsafat Negara Indonesia dan terwujudlah Pancasila
sebagai asas kenegaraan ( Pancasila asas kenegaraan )
seksama oleh para pendiri negara dalam sidang – sidang BPUPKI,
Panitia ‘ Sembilan ‘. Setelah bangsa Indonesia merdeka rumusan
Pancasila calon dasar negara tersebut kemudian disahkan oleh PPKI
sebagai dasar Filsafat Negara Indonesia dan terwujudlah Pancasila
sebagai asas kenegaraan ( Pancasila asas kenegaraan )
Oleh
karena itu Pancasila yang terwujud dalam tiga asas tersebut atau “ Tri Prakara “ yaitu Pancasila asas
kebudayaan, Pancasila asas religius, serta Pancasila sebagai asas kenegaraan
dalam kenyataannya tidak dapat dipertentangkan karena ketiganya terjalin dalam
suatu proses kausalitas, sehingga ketiga hal tersebut pada hakekatnya merupakan
unsur – unsur yang membentuk Pancasila (Notonagoro, 1975 : 16,17).
B.
Kedudukan
dan Fungsi Pancasila
Pancasila sebagai objek pembahasan ilmiah
memiliki ruang lingkup yang sangat luas terutama berkaitan dengan kedudukan dan
fungsi Pancasila. Setiap kedudukan dan fungsi Pancasila pada hakekatnya
memiliki makna serta dimensi masing – masing yang konsekuensinya
aktualisasinyapun juga memiliki aspek yang berbeda – beda, walaupun hakekat dan
sumbernya sam. Pancasila sebagai dasar negara memiliki pengertian yang berbeda
dengan fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, demikian pula
berkaitan dengan kedudukan dan fungsi Pancasila yang lainnya.
Dari berbagai macam kedudukan dan fungsi
Pancasila sebagai titik sentral pembahasan adalah kedudukan dan fungsi
Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, hal ini sesuai dengan kausa
finalis Pancasila yang dirumuskan oleh pembentuk negara pada hakikatnya adalah
sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Namun hendaklah dipahami bahwa asal
mula Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, adalah digali dari
unsur – unsur yang berupa nilai – nilai yang terdapat pada bangsa Indonesia
sendiri yang berupa pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu dari
berbagai macam kedudukan dan fungsi Pancasila sebenarnya dapat dikembalikan
pada dua macam kedudukan dan fungsi Pancasila yang pokok yaitu sebagai Dasar
Negara Republik Indonesia dan sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
Namun yang terpenting bagi kajian ilmiah
adalah bagaimana hubungan secara kausalitas di antara kedudukan dan fungsi Pancasila
yang bermacam – macam tersebut. Oleh Karena itu kedudukan dan fungsi Pancasila
dapat dipahami melalui uraian berikut.
a. Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Bangsa
Manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa, dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih
sempurna, senantiasa memerlukan nilai – nilai luhur yang dijunjungnya sebagai
suatu pandangan hidup. Nilai – nilai luhur adalah merupakan suatu tolok ukur
kebaikan yang berkenaan dengan hal – hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam
hidup manusia, seperti cita – cita yang hendak dicapainya dalam hidup manusia.
Pandangan hidup yang terdiri atas
kesatuan rangkaian nilai – nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang
menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai
kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi
antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
Sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial manusia tidaklah mungkin memenuhi segala kebutuhannya sendiri, oleh
karena itu untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya, ia senantiasa memerlukan
orang lain. Dalam pengertian inilah maka manusia pribadi senantiasa hidup
sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas, secara berturut – turut
lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan bangsa dan lingkungan
negara yang merupakan lembaga – lembaga masyarakat utama yang diharapkan dapat
menyalurkan dan mewujudkan pandangan hidupnya. Dengan demikian dalam kehidupan
bersama dalam suatu negara membutuhkan suatu tekad kebersamaan, cita – cita
yang ingin dicapainya yang bersumber pada pandangan hidupnya tersebut.
Dalam pengertian inilah maka proses
perumusan pandangan hidup masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi
pandangan hidup bangsa dan selanjutnya pandangan hidup bangsa dituangkan dan
dilembagakan menjadi pandangan hidup negara. Pandangan hidup bangsa dapat
disebut sebagai idiologi bangsa ( nasional ), dan pandangan hidup negara dapat
disebut sebagai idiologi negara.
Dalam proses penjabaran dalam
kehidupan modern antara pandangan hidup masyarakat dengan pandangan hidup
bangsa memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Pandangan hidup bangsa
diproyeksikan kembali kepada pandangan hidup masyarakat serta tercermin dalam
sikap hidup pribadi warganya. Dengan demikian dalam negara Pancasila pandangan
hidup masyarakat tercermin dalam kehidupan negara yaitu Pemerintah terikat oleh
kewajiban konstitusional, yaitu kewajiban Pemerintah dan lain – lain
penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan
memegang teguh cita – cita moral rakyat yang luhur (Darmodihardjo, 1996 :
35).
Skema
hubungan tersebut adalah sebagai berikut :

![]() |



(Idiologi
nasional)



(Idiologi
negara)
![]() |
Transformasi pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan
hidup bangsa dan akhirnya menjadi dasar negara juga terjadi pada pandangan
hidup Pancasila. Pancasila sebelum dirumuskan menjadi dasar negara serta
idiologi negara, nilai – nilainya telah terdapat pada bangsa Indonesia dalam
adat – istiadat, dalam budaya serta dalam agama – agama sebagai pandangan hidup
masyarakat Indonesia. Pandangan yang ada pada masyarakat Indonesia tersebut
kemudian menjelma menjadi pandangan hidup bangsa yang telah terintis sejak
zaman Sriwijaya, Majapahit kemudian Sumpah Pemuda 1928. Kemudian diangkat dan
dirumuskan oleh para pendiri negara dalam sidang – sidang BPUPKI, Panitia
“Sembilan” , serta sidang PPKI kemudian ditentukan dan disepakati sebagai dasar
Negara Republik Indonesia, dan dalam pengertian inilah maka Pancasila sebagai
Pandangan Hidup negara dan sekaligus sebagai Idiologi Negara.
Bangsa Indonesia dalam hidup bernegara telah memiliki
suatu pandangan hidup bersama yang bersumber pada akar budayanya dan nilai –
nilai religiusnya. Dengan pandangan hidup yang mantap maka bangsa Indonesia
akan mengetahui ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya. Dengan suatu
pandangan hidup yang diyakininya bangsa Indonesia akan mampu memandang dan
memecahkan segala persoalan yang dihadapinya secara tepat sehingga tidak
terombang – ambing dalam menghadapi persoalan tersebut. Dengan suatu pandangan
hidup yang jelas maka bangsa Indonesia akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana
mengenal dan memecahkan berbagai masalah politik, sosial budaya, ekonomi,
hukum, hankam dan persoalan lainnya dalam gerak masyarakat yang semakin maju.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa tersebut
terkandung didalamnya konsepsi dasar mengenai kehidupan yang dicita – citakan,
terkandung dasar pikiran terdalam dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang
dianggap baik. Oleh karena Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan
suatu kristalisasi dari nilai– nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia,
maka pandangan hidup tersebut dijunjung tinggi oleh warganya karena pandangan
hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat. Dengan
demikian pandangan hidup Pancasila bagi bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika tersebut harus
merupakan asas pemersatu bangsa sehingga tidak boleh mematikan keanekaragaman.
Sebagai inti sari dari nilai budaya masyarakat Indonesia,
maka Pancasila merupakan cita – cita moral bangsa yang memberikan pedoman dan
kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan sehari –
hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Pancasila sebagai Dasar Negara
Republik Indonesia
Pancasila dalam kedudukan ini sering
disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah Negara ( Philosofische Gronslag ) dari negara, ideologi negara atau ( Staatsidee ). Dalam pengertian ini
Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan
negara atau dengan lain perkataan Pancasila merupakan suatu dasar untuk
mengatur penyelenggaraan negara. Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara terutama segala peraturan perundang – undangan negara
dijabarkan dan diderivasikan dari nilai – nilai Pancasila. Maka Pancasila
merupakan Sumber dari Segala Sumber Hukum, Pancasila merupakan sumber kaidah
hukum negara yang secara konstitusional yang mengatur negara Republik Indonesia
beserta seluruh unsur – unsurnya yaitu rakyat, wilayah, serta pemerintahan
negara.
Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan
suatu asas kerokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita – cita hukum,
sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah baik moral maupun
hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang – Undang
Dasar, maupun yang tidak tertulis atau convensi. Dalam kedudukannya sebagai
dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Sebagai sumber dari segala sumber hukum
atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka Pancasila tercantum dalam
ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau
dijabarkan lebih lanjut dalam pokok – pokok pikiran, yang meliputi suasana
kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongkritisasikan atau dijabarkan
dalam pasal – pasal UUD 1945, serta hukum positif lainnya. Kedudukan Pancasila
sebagai dasar negara tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a. Pancasila
sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum ( sumber
tertib hukum ) Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan asas kerokhanian
tertib hukum Indonesia yang dalam Pembukaan UUD 1945 dijelmakan lebih lanjut ke
dalam empat pokok pikiran.
b. Meliputi
suasana kebatinan (
Geistlichenhintergrund ) dari Undang – Undang Dasar 1945.
c. Mewujudkan
cita – cita hukum bagi hukum dasar negara ( baik hukum dasar tertulis maupun
tidak tertulis ).
d. Mengandung
norma yang mengharuskan Undang – Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan lain – lain penyelenggara negara ( termasuk para penyelenggara
partai dan golongan fungsional ) untuk memelihara budi pekerti ( moral )
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita – cita moral rakyat yang luhur.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam pokok pikiran keempat yang bunyinya sebagai
berikut : “ …. Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab “.
e. Merupakan
sumber semangat bagi Undang – Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara negara,
para pelaksana pemerintahan ( juga para penyelenggara partai dan golongan
fungsional ). Hal ini dapat dipahami karena semangat adalah penting bagi
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara karena masyarakat dan negara Indonesia
senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika
masyarakat. Dengan semangat yang bersumber pada asas kerokhanian negara sebagai
pandangan hidup bangsa, maka dinamika masyarakat dan negara akan tetap diliputi
dan diarahkan asas kerokhanian negara.
Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
tersimpul dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang bunyinya sebagai berikut : “ ….
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang
– Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia “.
Pengertian kata “ … dengan berdasar kepada …. “ hal ini secara yuridis memiliki
makna sebagai dasar negara. Walaupun dalam kalimat terakhir dalam Pembukaan UUD
1945 tidak tercantum kata ‘ Pancasila ‘ secara eksplisit namun anak
kalimat “ …. dengan
berdasar kepada … “ ini memiliki makna dasar negara adalah Pancasila. Hal
ini didasarkan atas interpretasi historis sebagaimana ditentukan oleh BPUPKI
bahwa dasar negara Indonesia itu disebut dengan istilah Pancasila.
Sebagaimana
telah ditentukan oleh pembentuk negara bahwa tujuan utama dirumuskannya
Pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia. Oleh karena itu
fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia. Hal ini
sesuai dengan dasar yuridis sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945,
Ketetapan No. XX/MPRS/1966. (Jo. Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan No.
IX/MPR/1978). Dijelaskannya bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum, atau sumber tertib hukum Indonesia yang pada hakikatnya adalah merupakan
suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita – cita hukum serta cita – cita moral
yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia. Selanjutnya
dikatakannya bahwa cita – cita tersebut adalah meliputi cita – cita mengenai
kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial,
perdamaian nasional dan mondial, cita – cita politik mengenai sifat, bentuk dan
tujuan negara, cita – cita moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan
keagamaan sebagai pengejawantahan dari budi nurani manusia. Adapun perwujudan
dari sumber dari segala sumber hukum tersebut adalah :
a. Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945
b. Dekrit
Presiden 5 Juli 1959
c. Undang
– Undang Dasar Proklamasi, terutama perwujudan tujuan Proklamasi 17 Agustus
1945 dalam Pembukaan UUD 1945 beserta Batang Tubuhnya
d. Surat
Perintah 11 Maret 1966
1. Pancasila sebagai
Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
Sebagai suatu ideology bangsa dan negara
Indonesia maka Pancasila pada hakekatnya bukan hanya merupakan suatu hasil
perenungan atau pemikiran seseorang atau sekelompok orang sebagaimana ideologi
– ideologi lain di dunia, namun Pancasila diangkat dari nilai – nilai adat –
istiadat, nilai – nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam
pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara. Dengan lain perkataan unsur – unsur
yang merupakan materi ( bahan ) Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan
hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa Indonesia merupakan kuasa
materialis ( asal bahan ) Pancasila.
Unsur – unsur Pancasila tersebut kemudian
diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila
berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dan negara Indonesia.
Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada
pandangan hidup dan budaya bangsa, dan bukannya mengangkat atau mengambil
ideologi dari bangsa lain.
Pengertian ideologi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan gagasan – gagasan, ide – ide, keyakinan –
keyakinan serta kepercayaan – kepercayaan yang bersifat sistematis yang
memberikan arah dan menyangkut tingkah laku sekelompok manusia tertentu, dalam
pelbagai bidang kehidupan.
Hal ini
menyangkut berbagai bidang kehidupan yaitu :
a. Bidang
politik, termasuk didalamnya bidang hukum, pertahanan dan keamanan.
b. Bidang
sosial
c. Bidang
kebudayaan
d. Bidang
keagamaan (Soemargono, tanpa tahun : 8).
Maka ideology negara
dalam arti cita – cita negara atau cita – cita yang menjadi basis bagi suatu
teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan,
pada hakekatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain memiliki ciri
sebagai berikut :
1.
Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai
nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan
2.
Oleh karena itu mewujudkan suatu asas
kerokhanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup yang harus
dipelihara dikembangkan diamalkan, dilestarikan kepada generasi penerus bangsa,
diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban. (Notonagoro, tanpa tahun : 2,3).
Namun hendaklah diketahui bahwa Pancasila sebagai
ideologi bangsa dan negara adalah diangkat dari pandangan hidup masyarakat
Indonesia, kemudian menjadi pandangan hidup bangsa dan pada gilirannya menjadi
suatu dasar filsafat negara yang sekaligus sebagai suatu ideologi bangsa dan
negara. Ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara tumbuh dan
berkembang melalui dan dalam pandangan hidup masyarakat dan bangsa Indonesia
sendiri dan melalui wakil – wakil bangsa dalam lembaga pembentuk negara dengan
suatu kesepakatan serta perjanjian yang luhur diangkat menjadi idiologi bangsa
dan negara Indonesia. Oleh karena itu idiologi Pancasila berakar pada pandangan
hidup dan budaya bangsa itu sendiri sehingga antara Pancasila dengan bangsa
Indonesia merupakan suatu kesatuan yang mutlak karena menyangkut kehidupan
bangsa. Sebagai suatu ideologi, maka Pancasila merupakan sumber cita – cita,
harapan nilai – nilai serta norma – norma yang dianggap baik, sehingga ideologi
Pancasila pada hakikatnya demi kesejahteraan hidup bangsa Indonesia.
Dasar yuridis formal ideologi Pancasila tersimpul dalam
Pembukaan UUD 1945, dalam suatu
kalimat “ …. Dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, dst … “, pada hakikatnya memiliki makna dasar filsafat
negara yang sekaligus sebagai asas kerokhanian negara dan konsekuensinya
sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara menyatakan
suatu cita – cita yang ingin dicapai sebagai titik tekanannya dan mencakup
nilai – nilai yang menjadi dasar dan pedoman negara dan kehidupannya. Pancasila
sebagai ideologi negara memiliki
konsekuensi bahwa segala sesuatu tujuan dalam bidang pemerintahan ataupun semua
yang berhubungan dengan hidup kenegaraan harus dilandasi dalam hal titik tolak
pelaksanaannya, dibatasi dalam gerak pelaksanaannya, dan diarahkan dalam
mencapai tujuannya yaitu dengan asas kerokhanian Pancasila. Dengan menyatakan
cita – cita yang ingin dicapai ini maka sumbernya adalah pada sila kelima yaitu
untuk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang dengan sendirinya
diliputi dan dijiwai oleh keempat sila lainnya.
Selanjutnya dalam rangka penerapan ideologi di bidang
kenegaraan adalah politik, karena ideologi merupakan suatu asas kerokhanian dan
bersifat asasi, sedangkan politik adalah suatu kebijaksanaan yaitu pelaksanaan
ideologi selaras dengan keadaan, kondisi, waktu serta tempat. Oleh karena itu
dengan bersumber pada ideologi Pancasila dapat dikembangkan berbagai macam
kebijaksanaan bidang politik (lihat Dipoyudo, 1984).
Pancasila
sebagai Idiologi Terbuka
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan
tertutup, namun bersifat terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila
adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan
dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika
perkembangan masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah
nilai – nilai dasar yang terkandung didalamnya, namun mengeksplisitkan
wawasannya secara lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang lebih tajam
untuk memecahkan masalah – masalah baru dan aktual yang senantiasa berkembang
seiring dengan tuntutan zaman.
Dalam ideologi terbuka terdapat cita – cita dan nilai –
nilai yang mendasar yang bersifat tetap dan tidak berubah sehingga tidak
langsung bersifat operasional, oleh karena itu setiap kali harus
dieksplisitkan. Eksplisitasi dilakukan dengan menghadapkannya pada berbagai
masalah yang selalu silih berganti melalui refleksi yang rasional sehingga
terungkap makna operasionalnya. Dengan demikian penjabaran ideologi
dilaksanakan dengan interpretasi yang kritis dan rasional (Soeryanto, 1991 :
59). Sebagai suatu contoh keterbukaan ideologi Pancasila antara lain dalam
kaitannya dengan pers (misalnya pers Pancasila), dalam kaitan dengan ekonomi
(misalnya ekonomi Pancasila), demikian pula dalam kaitannya dengan pendidikan,
hukum, kebudayaan, Iptek, hankam dan bidang lainnya.
Berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka tersebut
nilai – nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka
adalah sebagai berikut :
Nilai
Dasar,
yaitu hakikat sila
Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Nilai dasar tersebut adalah merupakan essensi dari sila – sila Pancasila yang
sifatnya universal, sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita – cita,
tujuan serta nilai – nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ideolologi tersebut
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, sehingga oleh karena Pembukaan memuat nilai
– nilai dasar ideologi Pancasila maka Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu norma
dasar yang merupakan tertib hukum tertinggi, sebagai sumber hukum positif
sehingga dalam negara memiliki kedudukan sebagai ‘ Staatsfundamentalnorm ‘ atau
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental yang terekat pada kelangsungan hidup
negara. Sebagai ideologi terbuka nilai dasar inilah yang bersifat tetap dan
oleh karena Pembukaan UUD 1945 juga memuat nilai – nilai dasar tersebut maka
Pembukaan UUD 1945 juga memiliki sifat yang tetap dan terlekat pada
kelangsungan hidup negara, sehingga mengubah Pembukaan UUD 1945 yang memuat
nilai dasar ideologi Pancasila tersebut sama halnya dengan pembubaran negara.
Adapun nilai dasar tersebut kemudian dijabarkan dalam pasal – pasal UUD 1945
yang didalamnya terkandung lembaga – lembaga penyelenggara negara hubungan antar
lembaga penyelenggara negara beserta tugas dan wewenangnya.
Nilai
Instrumental,
yang merupakan arahan,
kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaannya. Nilai instrumental
ini merupakan eksplisitasi, penjabaran lebih lanjut dari nilai – nilai dasar
dalam rangka penyesuaian dalam pelaksanaan nilai – nilai dasar ideologi
Pancasila. Misalnya GBHN yang lima tahun sekali senantiasa disesuaikan dengan
perkembangan zaman serta aspirasi masyarakat, undang – undang, departemen –
departemen sebagai lembaga pelaksana dan lain sebagainya.
Nilai
Praksis,
yaitu merupakan
realisasi nilai – nilai instrumental dalam suatu realisasi pengamalan yang
bersifat nyata, dalam kehidupan sehari – hari dalam bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara ( lihat BP-7 Pusat, 1994 : 8 ). Dalam pengamalan praksis inilah
maka akan nampak apakah penjabaran serta eksplisitasi nilai – nilai dasar
ideologi Pancasila itu sesuai atau tidak dengan perkembangan zaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi serta dinamika masyarakat.
Suatu ideologi selain memiliki aspek – aspek yang
bersifat ideal yang berupa cita – cita, pemikiran – pemikiran serta nilai –
nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas karena ideologi
harus mampu direalisasikan dalam kehidupan praksis yang merupakan suatu
pengalaman nyata. Oleh karena itu
Pancasila sebagai suatu
ideologi yang bersifat terbuka memiliki tiga dimensi yaitu :
Dimensi
Idealistis,
yaitu nilai – nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila
yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai – nilai
yang terkandung dalam sila – sila yang terkandung dalam sila – sila Pancasila
yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan. Hakikat nilai – nilai Pancasila tersebut bersumber
pada filsafat Pancasila (nilai – nilai filosofis yang terkandung dalam
Pancasila). Karena setiap ideologi bersumber pada suatu nilai – nilai filosofis
atau sistem filsafat (Soeryanto, 1991 : 59). Kadar serta idealisme yang
terkandung dalam Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme serta mampu
menggugah motivasi para pendukungnya untuk berupaya mewujudkan apa yang dicita
– citakan (Koento Wibisono, 1989).
Dimensi
Normatif,
yaitu nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu
dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam norma – norma
kenegaraan. Dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945
yang merupakan norma tertib hukum tertinggi dalam negara Indonesia serta
merupakan Staatsfundamentalnorm (Pokok
Kaidah negara yang Fundamental). Dalam pengertian ini ideologi Pancasila agar
mampu dijabarkan ke dalam langkah operasional, maka perlu memiliki norma yang
jelas (lihat Soeryanto, 1991).
Dimensi
Relistis,
yaitu suatu
ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat. Oleh karena itu Pancasila selain memiliki dimensi nilai – nilai
ideal serta normatif maka Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan
masyarakat secara nyata (kongkrit) baik dalam kehidupan sehari – hari mampu
dalam penyelenggaraan negara. Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi
terbuka tidak bersifat ‘ Utopis ‘ yang
hanya berisi ide – ide yang bersifat mengawang, melainkan suatu ideologi yang bersifat ‘ Realistis ‘ artinya mampu dijabarkan dalam segala aspek kehidupan
nyata.
Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai
ideologi terbuka, maka sifat ideologi Pancasila tidak bersifat ‘ Utopis ‘ yaitu hanya merupakan system
ide – ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari – hari secara nyata. Demikian
pula ideologi Pancasila bukanlah merupakan suatu ‘ Doktrin ‘ belaka yang bersifat tertutup yang merupakan norma –
norma yang beku, melainkan di samping memiliki idealisme Pancasila juga
bersifat nyata dan dinamis. Akhirnya Pancasila juga bukan merupakan suatu
ideologi yang ‘pragmatis ‘ yang
hanya menekankan segi praktis – praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme.
Maka ideologi Pancasila yang bersifat terbuka pada hakikatnya, nilai – nilai
dasar (hakikat sila – sila Pancasila) yang bersifat universal dan tetap, adapun
penjabaran dan realisasinya senantiasa dieksplisitkan secara dinamis, terbuka
dan senantiasa mengikuti perkembangan zaman serta dinamika aspirasi para
pendukungnya.
A.
Bentuk
Susunan Kesatuan Sila – Sila Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah merupakan
suatu asas kerokhanian, yang berarti sebagai suatu dasar filsafat maka
Pancasila adalah merupakan suatu sistem filsafat. Sebagai suatu sistem filsafat
maka Pancasila secara epistemologis harus merupakan suatu kesatuan sistematis
di antara kelima silanya.
Pancasila yang terdiri atas lima sila bukanlah merupaka
suatu kumpulan sila – sila yang dapat dicerai beraikan atau Pancasila bukanlah
merupakan suatu kumpulan sila – sila yang masing – masing dapat berdiri sendiri
– sendiri. Pancasila dengan kelima silanya pada hakikatnya adalah merupakan
suatu kesatuan bulat dan utuh, hal ini memang dikehendaki demikian sesuai
dengan fungsinya sebagai dasar filsafat negara. Suatu dasar filsafat negara
harus merupakan suatu keutuhan yang sistematis. Memang boleh terdiri atas
bagian – bagian yang menyusunnya, namun bagian – bagian ini tidak saling
bertentangan namun merupakan suatu kesatuan. Oleh karena itu kesatuan sila –
sila Pancasila yang terdiri atas lima sila ( majemuk), adalah merupakan suatu
kesatuan, keutuhan yang sistematis (tunggal). Maka kesatuan sila- sila
Pancasila menurut Notonagoro disebut sebagai suatu kesatuan yang ‘ Majemuk Tunggal ‘. Adapun kesatuan yang
‘ Majemuk Tunggal ‘ tersebut secara sistematis dipahami atas tiga pengertian
sebagai berikut :
1.
Susunannya
Kesatuan Pancasila yang Bersifat Kesatuan Organis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara
adalah terdiri atas lima sila yang merupakan suatu kesatuan atau merupakan
suatu keseluruhan dan di antara sila satu dengan lainnya tidak saling
bertentangan. Kelima sila secara bersama – sama menyusun suatu kesatuan dan
keutuhan. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat maka tiap – tiap sila
merupakan suatu bagian yang mutlak (unsur) dari Pancasila. Oleh karena itu
bilamana suatu satu sila saja terlepas dari sila lainnya maka hilanglah fungsi
kesatuan sila – sila Pancasila tersebut, sehingga bilamana satu sila saja
terlepas dari sila lainnya maka pada hakikatnya bukanlah merupakan Pancasila.
Kesatuan sila – sila Pancasila yang
bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada
hakikat dasar ontologism manusia sebagai subjek pendukung dari inti, isi dari
sila – sila Pancasila adalah hakikat manusia ‘ Monopluralis ‘ yang memiliki unsur – unsur susunan kodrat jasmani –
rokhani, sifat kodrat individu-makhluk sosial serta ‘ kedudukan kodrat‘ sebagai makhluk
pribadi berdiri sendiri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Unsur – unsur hakikat manusia tersebut
adalah merupakan suatu kesatuan yang
bersifat organis, serta harmonis. Setiap unsur memiliki kedudukan yang mutlak
dan fungsi yang mutlak. Atas dasar pengertian tersebut maka inti-isi dari tiap
sila dari Pancasila adalah merupakan suatu penjelmaan hakikat manusia ‘monopluralis’ tersebut yang unsur – unsurnya
secara keseluruhan sebagai suatu keutuhan dan kesatuan yang organis, sehingga
penjelmaan pada sila – sila Pancasilapun juga merupakan suatu kesatuan yang ‘ organis‘ pula.
2.
Susunan
Kesatuan Sila – sila Pancasila Yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Pancasila yang terdiri atas lima sila yang
merupakan suatu kesatuan yang bersifat ‘
Majemuk Tunggal’ tersebut pada
hakikatnya kesatuan kelima sila tersebut adalah bersifat hierarkhis dan
berbentuk pyramidal. Kesatuan sila – sila Pancasila tersebut adalah merupakan
suatu kesatuan yang bertingkat (hierarkhis) dan berbentuk pyramidal. Pengertian
matematika pyramidal dipergunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila –
sila Pancasila dalam hal urut – urutan luas (kuantitas) dan juga dalam hal isi
sifatnya (kualitas). Kalau dilihat dari intinya, maka urut – urutan kelima sila
menunjukkan suatu rangkaian bertingkat dalam hal luasnya dan sifatnya, setiap
sila yang dibelakang sila lainnya adalah lebih sempit luasnya akan tetapi lebih
banyak isi sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila – sila dimukanya.
Urut – urutan kelima sila tersebut
memiliki hubungan yang saling mengikat antara sila satu dengan lainnya sehingga
merupakan suatu kesatuan yang bulat. Dalam susunan kesatuan hierarkhis berbentuk
piramidal ini maka sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah yang paling luas oleh
karena itu merupakan basis (dasar) dari keempat sila lainnya. Adapun rumusan
kesatuan sila – sila Pancasila yang bersifat hierarkhis dan berbentuk pyramidal
tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa,
adalah mendasari, meliputi dan
menjiwai sila – sila, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
adalah
didasari, diliputi dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mendasari,
meliputi dan menjiwai sila – sila Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.
Sila
Persatuan Indonesia,
adalah didasari, dijiwai dan
diliputi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan
mendasari, meliputi dan menjiwai sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
4.
Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan,
adalah
didasari, diliputi dan dijiwai oleh sila – sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia serta Keadilan Sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.
Sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
adalah
didasari, diliputi dan dijiwai oleh sila – sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
Rumusan hubungan
kesatuan sila – sila Pancasila yang bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal
tersebut bilamana dirumuskan dengan diagram yang sederhana, adalah sebagai
berikut :
1
2,
3, 4, 5








Penjelasan :
Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2, 3, 4,
dan 5
Sila 2, diliputi,
didasari dan dijiwai sila 1, serta mendasari dan menjiwai sila – sila 3, 4,
dan 5
dan 5
Sila 3, diliputi,
dijiwai sila 1 dan 2, serta meliputi, mendasari dan menjiwai sila – sila 4
dan 5
dan 5
Sila 4, diliputi,
didasari dan dijiwai sila 1, 2 dan serta
meliputi, mendasari dan menjiwai
sila 5
sila 5
Sila 5,
diliputi, didasari dan dijiwai sila – sila 1, 2, 3, dan 4
3.
Rumusan Hubungan Kesatuan Sila – sila Pancasila yang saling Mengisi dan
Saling Mengkualifikasi
Saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila –
sila Pancasila yang ‘Majemuk Tunggal’, ‘Hierarkhis Piramidal’ juga memiliki sifat saling mengkualifikasi
dan saling mengisi. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam setiap sila terkandung
nilai keempat sila lainnya, atau denga lain perkataan dalam setiap sila
senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainnya. Adapun rumusan kesatuan
sila – sila Pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi adalah
sebagai berikut :
1. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa,
adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia,
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah ber- Ketuhanan
Yang Maha Esa, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan dan berkeadilan sosial bagi
seluuh rakyat Indonesia.
3. Sila
Persatuan Indonesia, adalah ber- Ketuhanan
Yang Maha Esa, ber- kemanusiaan yang adil dan beradab, berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan dan
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan,
adalah
ber- Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab,
berpersatuan Indonesia, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah
ber- Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab,
berpersatuan Indonesia dan berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. (Notonagoro, 1975 : 43, 44).
B.
Isi
Arti Pancasila
Sebagaimana
dibahas di muka bahwa Pancasila adalah sebagai suatu dasar filsafat negara
Indonesia. Oleh karena Pancasila sebagai dasar filsafat negara, maka Pancasila
harus mampu ditransformasikan serta direalisasikan dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara. Untuk memahami aspek yang mana saja dalam Pancasila
untuk direalisasikan dalam kehidupan kenegaraan maka perlu diketahui isi arti
Pancasila. Secara epistemologis isi arti Pancasila dibedakan atas tiga macam
yaitu : isi arti Pancasila yang abstrak, umum, universal, isi arti Pancasila
yang umum kolektif dan isi arti Pancasila yang khusus singular dan kongkrit.
1. Isi Arti Pancasila yang Abstrak
Umum Universal
Berdasarkan analisis morfologis pada kata – kata
dasar yang terdapat dalam sila – sila Pancasila, makna morfologis yang terdapat
pada kata – kata dasar polimorfemik yaitu yang mendapat imbuhan awalan dan
akhiran, Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan menurut M. Ramlan (1983 : 145), memiliki makna
abstrak yaitu sesuatu yang bersifat tidak maujud, hanya dapat dipahami melalui
akal budi, dipahami dan dimengerti oleh akal, tidak dapat diindra dan bersifat
tetap.
Berdasarkan hukum logika term pada kata dasar
tersebut memiliki luas pengertian yang bersifat umum universal (Lanur, 1983 :
15, bandingkan Poespoprodjo, dkk, 1987 : 51). Isi arti yang umum universal
adalah isi arti yang bersifat umum tidak terbatas oleh ruang, waktu, keadaan,
situasi, kondisi maupun jumlah. Berdasarkan analisis logika maka term- term
sila- sila Pancasila adalah bersifat abstrak umum universal. Oleh karena
sifatnya yang abstrak umum universal maka memiliki sifat yang tetap dan tidak
berubah.
Isi arti Pancasila yang umum universal adalah
menyangkut isi arti Pancasila yang terdalam yaitu makna esensial dari sila-
sila Pancasila, inti sari dari sila- sila Pancasila atau secara ilmiah hakikat
sila- sila Pancasila. Hakikat sila- sila Pancasila itu berturut- turut adalah
hakikat Tuhan, manusia, satu rakyat dan
adil. Negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan, manusia, satu rakyat
dan adil, dan kesesuaian itu dalam arti sebab akibat. Bidang pembahasan hakikat
sila- sila Pancasila ini dibahas dalam bidang kajian Filsafat Pancasila karena menyangkut tingkatan pengetahuan tentang
hakikat yaitu pengetahuan yang essensial.
2. Isi Arti Pancasila yang Umum
Kolektif
Isi arti Pancasila sebagai dasar filsafat negara
adalah bersifat abstrak umum universal. Karena sifatnya yang abstrak umum
universal maka bersifat tetap dan tidak berubah. Namun isi arti Pancasila yang
umum universal tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara, yaitu berupa pedoman dalam penyelenggaraan negara
termasuk Garis- garis Besar Haluan Negara. Isi arti Pancasila sebagai pedoman
dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara adalah isi arti Pancasila yang umum kolektif.
Isi arti Pancasila yang umum kolektif adalah
merupakan wujud pelaksanaan Pancasila dasar filsafat negara, secara kongkrit
yang diterapkan dalam lingkungan hidup kenegaraan, sehingga berlaku secara umum
dan kolektif. Disebut umum kolektif karena berlaku bagi lingkungan kolektivitas
bangsa dan negara Indonesia. Realisasi isi arti Pancasila yang umum kolektif
ini adalah merupakan pedoman normatif bagi negara terutama peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Beberapa contoh isi arti Pancasila yang umum kolektif
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Sila Pertama : Ketuhanan yang Maha
Esa
1) Negara
berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa (Pembukaan UUD 1945 alenia IV) (Pokok
Pikiran IV).
2) Negara
berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa (Pasal 29) (ayat 1) Kemerdekaan bagi tiap- tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya masing-
masing (Pasal 29) (ayat 2)
3) Pendidika
nasional antara lain untuk membentuk manusia yang bertaqwa terhadap Tuhan yang
Maha Esa (GBHN 1998)
b. Sila Kedua :
Kemanusiaan yang adil dan beradab
1) Jaminan
hak- hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Pasal 27, 28, 29 ayat (2),
30 ayat (1) dan 31 UUD 1945.
2) Kemerdekaan
adalah hak segala bangsa, penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan (Pembukaan UUD 1945 alinea I).
3) Negara
berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa atas dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab (Pokok Pikiran ke IV).
4) Hakikat
Pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya (GBHN 1998)
c. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia
1) Negara
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum mencerdaskan kehidupan bangsa (Pembukaan Alinea IV), (Pokok Pikiran ke I)
2) Negara Indonesia
adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik (Pasal 1 UUD 1945)
3) Lambang
negara dan bangsa adalah bendera sang Merah Putih (Pasal 35 UUD 1945)
4) Bahasa
negara adalah bahasa persatuan Bahasa Indonesia (Pasal 36 UUD 1945)
5) Lambang
persatuan dan kesatuan bangsa adalah Bhinneka Tunggal Ika.
6) Wawasan
Nusantara dalam mencapai tujuan Pembangunan Nasional (GBHN 1998)
d. Sila Keempat :
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
/ perwakilan
1) Asas
politik negara adalah negara Indonesia berkedaulatan rakyat (Pembukaan UUD 1945
Alinea IV)
2) Kedaulatan adalah
di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 ). Termasuk pula pasal 2 dan 3 tentang MPR.
e. Sila Kelima : Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
1) Negara
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial
(Pembukaan UUD 1945 Alenia IV).
2) Negara
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pembukaan UUD
1945 Pokok Pikiran kedua).
3) Suatu
tata perekonomian yang berdasarkan atas kekeluargaan (Pasal 33 UUD 1945)
4) Fakir
miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara (UUD 1945 Pasal 34)
1. Isi Arti Pancasila yang Khusus,
Singular dan Kongkrit
Isi
arti Pancasila yang abstrak umum universal yang merupakan hakikat dari sila-
sila Pancasila pada hakikatnya adalah merupakan suatu dasar filosofis,
merupakan suatu prinsip dasar, sumber norma bagi setiap aspek dalam pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara. Oleh karena itu isi arti Pancasila sebagai dasar
filsafat negara Indonesia merupakan sumber segala nilai, norma maupun sifat-
sifat yang menyangkut segala hal dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
Sebagai suatu dasar filsafat maka Pancasila bersifat abstrak artinya merupakan
nilai dan luas pengertiannya bersifat umum universal.
Namun
demikian prinsip- prinsip yang bersifat universal tersebut harus dilaksanakan,
diwujudkan dan direalisasikan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara,
yang berupa norma- norma kenegaraan terutama peraturan perundang- undangan.
Dalam pengertian inilah maka Pancasila merupakan pedoman normatif bagi bangsa
dan negara secara kolektif, sehingga isi arti Pancasila yang demikian ini
bersifat umum kolektif.
Pedoman
umum kolektif bagi bangsa dan negara Indonesia tersebut perlu dijabarkan lebih
lanjut dalam wujud realisasi kongrit atau pengamalan secara kongkrit dalam
berbagai bidang kehidupan baik dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara
dalam pengertian inilah maka isi arti Pancasila disebut khusus singgular dan
kongkrit. Isi arti Pancasila yang demikian ini merupakan pelaksanaan Pancasila
dalam kehidupan nyata, antara lain dalam bidang- bidang khusus namun bersifat
nyata antara lain dalam bidang : sosial, budaya, ekonomi, politik, kebudayaan,
organisasi, administrasi, partai politik maupun golongan karya, hankam,
pendidikan dan semua aspek yang berkaitan dengan pembangunan nasional termasuk
kebijaksanaan dalam maupun luar negeri.
Pelaksanaan
Pancasila yang bersifat kongkrit ini senantiasa berkembang sehingga bersifat
dinamis yaitu selalu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan,
peradaban manusia serta perkembangan aspirasi masyarakat. Oleh karena sifatnya
yang khusus, kongkrit dan dinamis maka setiap pelaksanaan, kebijaksanaan maupun
strategi pelaksanaan dimungkinkan dapat berbeda- beda, namun tetap dalam batas-
batas dan bingkai isi arti Pancasila yang umum universal serta norma- norma
yang bersifat umum kolektif terutama sebagaimana terumuskan dalam pokok- pokok
hukum positif Indonesia yaitu UUD 1945 serta Ketetapan MPR.
Beberapa
contoh kongkrit pelaksanaan isi arti Pancasila yang khusus dan kongkrit dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara adalah sebagai berikut :
a.
Bidang
Politik, misalnya
:
1.
Dengan adanya partai- partai politik
yang berbeda- beda namun memiliki asas yang sama yaitu asas Pancasila. Setiap
partai politik maupun golongan karya memiliki perbedaan- perbedaan, sifat
organisasinya, anggaran rumah tangganya, dan terutama perbedaan dalam
kebijaksanaan programnya.
2.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum Anggota- anggota Badan
Permusyawaratan / Perwakilan Rakyat yang telah tiga kali diubah, yaitu dengan
Undang- undang Nomor 4 Tahun 1975, Undang- undang Nomor 3 Tahun 1980, dan
terakhir Undang- undang Nomor 1 Tahun 1985, serta untuk menggantikan Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Undang- undang Pemilihan
Umum.
3.
Pelaksanaan Pemilu setiap lima tahun
sekali dimana rakyat menyalurkan aspirasinya untuk memilih wakil- wakilnya yang
duduk dalam DPR, MPR.
b.
Bidang
Ekonomi, misalnya
:
1.
Adanya BUMN yang juga dapat melibatkan
partisipasi swasta, sehingga terdapat pengembangan usaha milik negara dan warga
sebagai perseorangan.
2.
Adanya subsidi negara terhadap
distribusi BBM yang ditentukan berdasarkan atas pemerataan.
c.
Bidang
Pendidikan, misalnya :
1.
Diberi kebebasan kepada setiap siswa /
mahasiswa untuk memilih mata kuliah agama sesuai dengan kepercayaan dan
ketaqwaannya masing- masing.
2.
Dikembangkannya bantuan pendidikan
sebagai pengembangan rasa kemanusiaan dan rasa keadilan terutama dalam
mengenyam pendidikan.
C. Negara Pancasila
Manusia dalam
merealisasikan dan meningkatkan harkat dan martabatnya tidaklahmungkin untuk
dipenuhinya sendiri, oleh karena itu manusia manusia sebagai makhluk sosial
senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Dalam pengertian inilah
manusia membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut negara. Namun demikian
dalam kenyataannya sifat- sifat negara satu dengan lainnya memiliki perbedaan
dan hal ini sangat ditentukan oleh pemahaman ontologism hakikat manusia sebagai
pendukung pokok negara, sekaligus sebagai tujuan adanya suatu negara.
Bangsa Indonesia
dalam panggung sejarah berdirinya negara di dunia memiliki suatu ciri khas
yaitu dengan mengangkat nilai- nilai yang telah dimilikinya sebelum membentuk
suatu negara modern. Nilai- nilai tersebut adalah berupa nilai- nilai adat-
istiadat kebudayaaan, serta nilai religius yang kemudian dikristalisasikan
menjadi suatu sistem nilai yang disebut Pancasila. Dalam upayanya untuk
membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut negara maka bangsa Indonesia
mendasarkan pada suatu pandangan hidup yang telah dimilikinya yaitu Pancasila.
Berdasarkan ciri
khas serta proses dalam rangka membentuk suatu negara, maka bangsa Indonesia
mendirikan suatu negara memiliki suatu karakteristik, ciri khas yang karena
ditentukan oleh keanekaragaman, sifat dan karakternya, maka bangsa Indonesia
mendirikan suatu negara yang berdasarkan Filsafat Pancasila, yaitu suatu negara
Persatuan, suatu negara Kebangsaan serta suatu negara yang bersifat Integralistik. Hakikat serta
pengertian sifat- sifat negara tersebut adalah sebagai berikut :
1. Paham Negara Persatuan
Bangsa dan
negara Indonesia adalah terdiri atas berbagai macam unsur yang membentuknya
yaitu suku bangsa, kepulauan, kebudayaan, golongan serta agama yang secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan. Oleh karena negara Indonesia adalah
negara yang berdasarkan Pancasila sebagai suatu negara Persatuan sebagaimana
termuat dalam Pembukaan UUD 1945, Negara Persatuan Republik yang Berkedaulatan
Rakyat. Ditegaskan kembali dalam Pokok Pikiran Pertama “ …. bahwa negara Indonsia
adalah negara persatuan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
Hakikat negara
persatuan dalam pengertian ini adalah negara yang merupakan suatu kesatuan dari
unsur – unsur yang membentuknya, yaitu
rakyat yang terdiri atas berbagai macam etnis suku bangsa, golongan,
kebudayaan, serta agama. Wilayah,
yang terdiri atas beribu- ribu pulau yang sekaligus juga memiliki sifat dan
karakter yang berbeda- beda pula. Oleh karena itu negara persatuan adalah
merupakan suatu kesatuan dari unsur- unsur yang menyusunnya, yang merupakan
satu negara, satu rakyat, satu wilayah dan tidak terbagi- bagi misalnya seperti
negara serikat, satu Pemerintahan, satu
tertib hukum yaitu tertib hukum nasional, satu kesatuan bahasa serta satu
bangsa yaitu Indonesia.
Pengertian Persatuan
Indonesia lebih lanjut dijelaskan secara resmi dalam Pembukaan UUD 1945
yang termuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7, bahwa bangsa
Indonesia mendirikan negara Indonesia dipergunakan aliran pengertian ‘Negara persatuan’ yaitu negara yang
mengatasi segala paham golongan dan paham perseorangan. Jadi ‘Negara Persatuan’ bukanlah negara yang
berdasarkan individualisme sebagaimana diterapkan di negara liberal di mana
negara hanya merupakan suatu ikatan individu saja. Demikian juga negara
persatuan bukanlah negara yang berdasarkan klass, atau ‘Klass Staat’ (Negara Kelas)
yang hanya mendasarkan pada satu golongan saja. Negara persatuan pada
hakikatnya adalah negara yang mengatasi segala golongan, negara melindungi
seluruh warganya yang terdiri atas berbagai macam golongan serta paham. Negara
persatuan pada hakikatnya mendasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia sebagai
individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu Negara persatuan adalah negara
yang memiliki sifat persatuan bersama, negara yang berdasarkan kekeluargaan,
tolong- menolong atas dasar keadilan sosial.
Bhinneka
Tunggal Ika
Sebagaimana
diketahui bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku
bangsa yang memiliki karakter, kebudayaan serta adat- istiadat yang beraneka
ragam, namun keseluruhannya merupakan suatu kesatuan dan persatuan negara dan
bangsa Indonesia. Penjelmaan persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia
tersebut disimpulkan dalam PP. No. 66 Tahun 1951, 17 Oktober dan diundangkan
tanggal 28 Nopember 1951 dan termuat dalam Lembaran Negara No. II/Tahun 1951
yaitu dengan lambang negara dan bangsa burung Garuda Pancasila dengan seloka Bhinnneka Tunggal Ika.
Hakikat makna Bhinnneka Tunggal Ika yang memberikan
suatu pengertian bahwa meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas
bermacam- macam suku bangsa yang memiliki adat- istiadat, kebudayaan serta
karakter yang berbeda- beda, memiliki agama yang berbeda- beda dan terdiri atas
beribu- ribu kepulauan wilayah nusantara Indonesia, namun keseluruhannya adalah
merupakan suatu persatuan yaitu persatuan bangsa dan negara Indonesia.
Perbedaan itu adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia sebagai makhluk
Tuhan yang Maha Esa, namun perbedaan itu bukannya untuk dipertentangkan dan
diperuncingkan melainkan perbedaan itu untuk dipersatukan disintesakan dalam
suatu sintesa yang positif dalam suatu negara kebersamaan, negara persatuan
Indonesia (Notonagoro, 1975 : 106).
2. Paham Negara Kebangsaan
Bangsa Indonesia
sebagai bagian dari umat manusia di dunia adalah sebagai makhluk Tuhan yang
Maha Esa yang memiliki sifat kodrat sebagai makhluk individu yang memiliki
kebebasan dan juga sebagai makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang
lain. Oleh karena itu dalam upaya untuk merealisasikan harkat dan martabatnya
secara sempurna maka manusia membentuk suatu persekutuan hidup dalam suatu
wilayah tertentu serta memiliki suatu tujuan tertentu. Dalam pengertian inilah
maka manusia membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut sebagai bangsa, dan
bangsa yang hidup dalam suatu wilayah tertentu serta memiliki tujuan tertentu
maka pengertian ini disebut sebagai negara.
Menurut Muhammad
Yamin bangsa Indonesia dalam merintis terbentuknya suatu bangsa dalam panggung
politik internasional, yaitu suatu bangsa yang modern yang memiliki kemerdekaan
dan kebebasan, berlangsung melalui tiga fase. Pertama, yaitu zaman kebangsaan
Sriwijaya, kedua negara kebangsaan zaman Majapahit. Kedua zaman negara
kebangsaan tersebut adalah merupakan kebangsaan lama, dan pada gilirannya
masyarakat Indonesia membentuk suatu Nationale
Staat, atau suatu Etat Nationale, yaitu suatu Negara kebangsaan Indonesia
Modern menurut susunan kekeluargaanberdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa serta
kemanusiaan ( sekarang Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 )
1xbet korean | 100% Bonus up to C$1,500
BalasHapus1xbet korean is the world's favourite online 1xbet nigeria casino. Our platform is focused on giving the world the chance to win real money. We provide trusted online casino